Thursday 19 June 2014

Maling ayam dan Filosofi Lima Jari

Pernah baca tulisan, tontonan, pembicaraan yang  intinya menyudutkan or membuat orang lain seolah rendah penuh dosa tak terampuni  etc atau  justru kamu sendiri yang suka menyudutkan orang lain he...3x.
Iya, namanya manusia nggak ada yang sempurna pasti pernah buat salah. Tapi yang terpenting  bagaimana dia belajar dari kesalahannya dan mulai memperbaiki diri.
Terapkan selalu praduga tak bersalah. Bayangkan jika kamu di posisi dia, mau tidak jika disudutkan, direndahkan, dihina pokoknya merugikanlah. Tetap positif thingkinglah menilai sesuatu. Jika  hasil penilaian tetap negatif perkuat dengan bukti-bukti kalau argumenmu memang yang paling benar. Karena kebenaran itu ada tiga ngutup kata-kata mbak Indah Hanaco, Kebenaran versimu, kebenaran versiku dan kebenaran versi kebenaran itu sendiri.
Ketika sesorang yang tidak begitu kamu kenal memegang ayammu di halamanmu kamu yakin dia memang seorang maling ayam
"Mana ada maling ayam yang ngaku, maling yaa maling?"
Kamu yakin dia benaran maling? Siapa tahu justru ayammu yang sering main ke rumahnya dan memakan tanaman-tanamannya. Maksud hati tidak ingin ribut dia mengembalikan ayam-ayammu ke kadangnya. Tapi keburu kepergok kamu yang langsung teriak Maling.
Alhasi si orang yang niatnya balikin ayam kabur donk diteriakin begitu. Tetangga lainnya yang nggak tahu persoalannya benar-benar malah ikut mengejar, memukul, berbuat anarkis tanpa mau mendengar penjelasan orang yang disangka maling  ayam.
Naas si Maling ayam itu meninggal dikeroyok massa. Setelah  mati  pun dia tetap dihina "Mampus lo" bahkan ada yang menendang mayatnya. Tidak sampai disitu predikat maling ayam juga melekat pada keluarganya. Tragiskan, harga seekor ayam sama dengan nyawa seseorang. Apa itu sepadan?
                                                              *****
Beberapa hari setelah kejadian itu si pemilik ayam mendapati ayamnya hilang kembali. Didapati pintu kandangnya lupa terkunci sepertinya ayam-ayamnya telah kabur dari bawah pintu pagar yang tak dihiasi kawat.
Dibukanya pintu pagar, mencoba mencari jejak ayamnya pergi. Dia dapati ayam-ayamnya berkeliaran di perkarangan rumah sebelah rumahnya. Ayam-ayamnya memporandak-porandakan perkarangan rumah tersebut menghancurkan kebun sayuran dan membuang kotorannya sembarangan.
Pucat-pasi si pemilik ayam ketika dia tahu siapa pemilik rumah tersebut. Terbayang lelaki yang meninggal karena teriakan maling ayam olehnya.
Get the point of my story
Ini hanya masalah komunikasi, andai saja si pemilik ayam mau mendengar atau meminta penjelasan atau mengoreksi diri tentu tak akan ada yang mati.
Andai saja pemilik perkarangan ini mengembalikan ayamnya dengan berhadapan langsung dengan pemilik rumah mungkin dia nggak akan mati.
Tapi kenyataannya sering kali kita menilai seseorang dinilai hanya karena kulitnya, penampilan, nama besar, bungkusnya. Apapun itu sebelum kita menunjuk orang lain pendosa, bersalah, maling ayam etc ingat filosofi lima jari jika satu jari menunjuk orang lain, empat jari lainnya akan menunjuk dirimu sendiri.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih sudah Berkunjung. Please tinggalkan jejak biar kenal

Kumon Bangun Kemandirian Belajar Anak Dengan Teknologi

Dunia terus mengalami perubahan, dulu orang harus ke bank untuk mengambil uang, orang harus ke pasar untuk mendapatkan sayuran dan sebagainy...