Showing posts with label Kapal Apung. Show all posts
Showing posts with label Kapal Apung. Show all posts

Tuesday 29 April 2014

Tsunami Site: Electrical Generator ship Banda Aceh VS Kyotokumaru Japan


Tsunami Site: Electrical Generator ship Banda Aceh
Photo Source: Personal collection
Right on 26 December 2014 is the momentum of the Acehnese people in commemorating 10 years of the Tsunami . Still fresh in our memory about the enormity of this disaster , but after 10 years have passed , we have to see the future.
.
Work harder to build Aceh can be done by all parties , not only of the Government , the private sector such as small home industry will certainly be one of the sectors that deserve to be prioritized . Aceh had receive a lot of support from foreign donations in terms of community empowerment during post-tsunami, of course, we should appreciated that  by working hard and diligently to create a sustainable society
Model of Electrical Generator Ship
Photo Source: Personal collection
 .
This is very different from what happened in Japan after the 2011 earthquake and tsunami that hit the Tohoku region (northern Japan) . It can be said that they receive very little support from outside / foreign and rely more on resources from their own country. Despite losing of their property but the Japanese people are very patient, does not look explosive emotions, they still retain cultural queued for various basic needs, even in any situation.

Tsunami Tourism Site
In Banda Aceh there are a few tsunami sites which attracted tourists both local and foreign to visit. Such as Floating Ship on the roof top in Lampulo , Electrical Generator ship in Punge , Tsunami Museum , etc. .
In other countries, there is not much site regarding on Tsunami memorial site or building. If we compare with Japan, after the earthquake and tsunami after 2011, it can be said there is no more building or the remnants of the disaster that made as memorial. Due to the basic of Japanese culture which is a bit sentimental and have a deep impression of a thing and did not want to remember it again if these considered as unfavorable things.
Kyotokumaru
Photo source:AFP
 For example , in the port town named  Kesennuma , there was a large ship with 330 tons “Kyotokumaru” is slightly smaller than the Electrical Generator ship in Punge , but what happened ? At first, there were pros and cons between those who wish to keep it to be one proof of the tsunami and others who feel sad  (because every time  they see the ship will remind them of the missing relatives).

To make a decision, the local government of Kesennuma city arranges a referendum among citizens of the city, and the results can already guess where the majority (almost 70 %) of community wanted that the big ship for demolish.
 .
Indeed, many parties who deplore the decision of Kesennuma city residents, but for them life must go on, although there is no remnants of the disaster that can be used as a warning for future generations, which might be thought that the huge tsunami it just a fairy tale sheer.

Tsunami Site: Electrical Generator ship
Photo Source: Personal collection
We should feel lucky living in Aceh, where there are a lot of memorials that can give lessons for the next generations and of course the tsunami sites need to be maintained and kept together.

For example: 2,600 tons Electrical Generator ship belongs to PT PLN (National Electrical Company) was initially brought to Banda Aceh to support the electricity supply in Banda Aceh by 10, 5 Megawatts. Due to the conflict in Aceh, there were so many towers of electricity broken and power supply is interrupted. This Ship which has ​​1,900 square meters and 63 meters length had swept
away around 5 km from the Ulele coast to  Punge Blang Cut village in Banda Aceh. Until now Electrical Generator ship still in the city center and used as tsunami memorial.
Visitor Electrical Generation Ship
Photo Source: Personal collection

Even this Electrical Generator ship exposed to the brunt of the tsunami waves, the ship still in a good shape. Banda Aceh city government make 2 hectares educational park around this site. This educational park is equipped with tsunami information records following by photographs are captured when the disaster happened. Bridges were also built so that visitors can enjoy sightseeing from all sides.

Not far from the Electrical Generator ship, there is an inscription as high as 2.5 meters. Inscription round shaped clock that shows the time clock 07.55WIB, right when tsunami waves struck Aceh. In miniature tsunamis are also embossed image and the shape of a house which was swept away by the tsunami.



 
Inscription bridge and round the clock monument view from electrical generator ship
Photo Source: Personal collection

Visiting hour
Photo Source: Personal collection


Monday 14 April 2014

Kapal PLTD Apung, Banda Aceh Vs Kyokotomaru, Jepang



PLTD Apung  Banda Aceh
Sumber Foto: Koleksi pribadi

Tepat pada tanggal 26 desember 2014 nanti merupakan momentum bagi masyarakat Aceh dalam memperingati 10 tahun tsunami. Tentu masih segar dalam ingatan kita tentang dahsyatnya bencana ini, namun setelah 10 tahun berlalu, sudah selayaknya kita menatap masa depan dan terus berpikir positif.
Bekerja lebih giat dalam membangun bangsa Aceh dapat dilakukan oleh semua pihak, tidak hanya dari Pemerintah semata, sektor swasta yang berbasis masyarakat atau lebih dikenal dengan small home industry tentunya akan menjadi salah satu sektor yang layak untuk diprioritaskan. Berapa banyak sudah bantuan baik dari Pemerintah maupun dari sumbangan pihak asing dalam hal pemberdayaan masyarakat pasca tsunami yang diterima oleh rakyat Aceh, tentunya ucapan terima kasih dapat diapresiasikan salah satunya dengan bekerja lebih keras dan giat untuk menciptakan masyarakat yang sustainable.
Hal ini tentunya sangat berbeda dengan yang terjadi di Jepang pasca gempa dan tsunami 2011 yang melanda daerah Tohoku (utara Jepang). Dimana dapat dikatakan bahwa mereka sangat sedikit sekali menerima bantuan dari luar/asing dan lebih mengandalkan resource dari dalam negeri mereka sendiri. Walaupun sudah kehilangan harta benda namun masyarakat Jepang sangat sabar, tidak terlihat emosi yang meledak-ledak, mereka tetap mempertahankan budaya antri berbagai kebutuhan pokok, bahkan di keadaan sesulit apapun.

Wisata Tsunami
Di Banda Aceh terdapat beberapa situs tsunami yang cukup mengundang keinginan para wisatawan baik lokal maupun manca negara untuk berkunjung. Seperti Kapal diatas rumah di Lampulo, Kapal Apung di Punge, Museum Tsunami, dll. 
PLTD Apung Banda Aceh
Sumber Foto: Koleksi pribadi

Hal ini terjadi karena sangat kurangnya situs-situs tsunami yang terpelihara dengan baik dan dijadikan memorial oleh negara-negara lain. Jika kita membandingkan dengan Jepang, dimana pasca gempa dan tsunami 2011, dapat dikatakan sudah tidak ada lagi bangunan atau sisa-sisa dari bencana tersebut yang dijadikan memorial. Dikarenakan oleh dasar budaya Jepang yang agak sedikit sentimentil dan memiliki kesan mendalam terhadap suatu hal dan tidak ingin mengenangnya lagi jika kejadian tersebut dianggap kurang baik. 
Sebagai contoh, disebuah kota pelabuhan yang bernama Kesennuma, disana terdapat sebuah kapal besar Kyotokumaru dengan bobot 330 ton yang sedikit lebih kecil dari PLTD Apung, namun apa yang terjadi? Pada awalnya masih terdapat pro dan kontra antara pihak yang ingin menyimpannya menjadi salah satu bukti kedahsyatan tsunami dan pihak lain yang merasa sedih, karena setiap melihat kapal tersebut akan mengingatkan mereka terhadap sanak keluarganya yang hilang. 
Untuk mengambil keputusan, pemerintah kota Kesennuma melakukan voting/jejak pendapat yang diikuti oleh seluruh warga kota, dan hasilnyapun sudah dapat ditebak dimana mayoritas (hampir 70%) masyarakat memnginginkan agar kapal besar itu untuk di demolish.
Memang banyak sekali pihak yang menyayangkan hasil keputusan warga kota Kesennuma, namun bagi mereka hidup haruslah terus berjalan dengan menatap masa depan, walaupun tidak ada lagi sisa-sisa bencana yang dapat dijadikan peringatan bagi generasi mendatang, yang mungkin dapat berpikir bahwa tsunami besar itu hanyalah dongeng belaka.

Kyokotomaru
Sumber Foto: AFP
.
Maka beruntunglah kita yang tinggal di Aceh, dimana masih terdapat banyak sekali memorial yang dapat memberi pelajaran kepada para penerus bangsa dan tentu saja situs –situs tsunami tersebut perlu dirawat dan dijaga bersama-sama.
Maket Kapal PLTD Apung
Sumber foto:Koleksi pribadi
Seperti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung, kapal seberat 2.600 ton milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) awalnya didatangkan ke Banda Aceh guna memenuhi pasokan listrik di Banda Aceh sebesar 10, 5 Megawatt. Dikarenakan sewaktu terjadi konflik di Aceh banyak menara listrik PLN yang dirobohkan menyebabkan pasokan listrik terganggu. 




PLTD Apung
Sumber foto: Koleksi pribadi
Pengunjung PLTD Apung
Sumber foto: Koleksi pribadi
Kapal yang memiliki luas 1.900 meter persegi dan panjang 63 meter ini terseret gelombang tsu
nami dari Pantai Ulee Lheue sejauh 5 km dan terdampar di Gampong Punge Blang Cut Kota Banda Aceh. Hingga kini PLTD apung tetap berada di tengah kota dan dijadikan monumen peringatan tsunami.

Kapal PLTD apung ini meski terkena terjangan ombak tsunami, kapal ini tetap utuh dan masih berbentuk seperti kapal besar pada umumnya
Untuk menunjang PLTD apung sebagai monumen  tsunami, pemerintah provinsi Aceh membuat taman edukasi di sekitar PLTD apung seluas 2 hektare. Taman edukasi ini dilengkapi dengan catatan-catatan informasi tsunami berikut foto-foto yang diabadikan saat bencana itu terjadi. Jembatan-jembatan juga dibangun agar pengunjung dapat menikmati wisata di PLTD Apung dari segala sisi.


Jembatan dan Prasasti jam bundar di lihat dari kapal apung
Sumber foto: koleksi pribadi

Tidak jauh dari PLTD, terdapat sebuah prasasti setinggi 2,5 meter.  Prasasti berbentuk jam bundar itu menunjukkan waktu jam 07.55WIB, tepat ketika gelombang tsunami menerjang Aceh. Pada miniatur gelombang tsunami juga terdapat gambar timbul berbentuk rumah dan orang hanyut tersapu tsunami.
Wisatawan lokal sedang berfoto di prasasti jam bundar
Sumber foto: Koleksi pribadi
Jam berkunjung PLTD Apung
Sumber Foto: Koleksi pribadi




Kumon Bangun Kemandirian Belajar Anak Dengan Teknologi

Dunia terus mengalami perubahan, dulu orang harus ke bank untuk mengambil uang, orang harus ke pasar untuk mendapatkan sayuran dan sebagainy...