Topi caping berwarna biru menutupi
kepalanya, sementara pakaian yang ia kenakan sudah basah hingga sedada. Dengan
peralatan seadanya, Bu Mala (57), begitu ia biasa disapa, tampak serius
mengupas kulit tiram yang baru ditemukannya .di antara berbatuan di bawah
jembatan Krueng Cut. Daging tiram itu kemudian ia masukkan ke dalam
botol bekas air mineral berukuran satu liter yang bagian atasnya telah dipotong
dan diberi tali di kedua sisinya, sehingga bisa ia gantungkan di leher.Hari itu, Bu Mala hanya
memungut tiram untuk kebutuhan makan keluarga. Sejak kecil, pekerjaan ini sudah
akrab dalam hidupnya. Di kampung kami, mencari tiram adalah tradisi yang
diwariskan dari generasi ke generasi.
Bu Mala mencari tiram di antara bebatuan di bawah Jembatan Krueng Cut, memanfaatkan air yang sedang sedikit surut karena lebih mudah untuk mendapatkan tiram dan hasilnya banyak. Tidak jauh dari tempatnya, tiga rekannya sesama pencari tiram tampak bekerja di area yang airnya masih pasang. Di belakang punggung mereka terlihat kotak styrofoam putih sebagai wadah tiram yang belum dikupas. Berbeda dengan Bu Mala, mereka biasanya membawa pulang tiram dalam kondisi utuh untuk dikupas di rumah.
Sementara itu, Bu Mala memilih mengupas tiram langsung di lokasi agar beban bawaannya lebih ringan. Ia membawa pulang hasil panennya dengan berjalan kaki, tidak seperti ketiga rekannya yang datang dengan sepeda motor.
Desa Alue Naga merupakan salah satu daerah penghasil tiram berkualitas terbaik yang ada di Aceh.. Umumnya masyarakat Alue Naga tinggal di wilayah permukiman dengan daratan satu meter dari permukaan laut. Mereka mencari tiram dengan cara manual dan tradisional, di aliran sungai yang melintasi permukiman mereka menyelam dan merendam berjam-jam dalam air, sehingga dampaknya itu sangat berbahaya bagi kesehatan.
Hanya berbekal keranjang, baskom dan pisau berkait. Tak lupa sarung tangan, sepatu agar tak tergores karang, batu dan kulit tiram. .Tiram yang berada di bebatuan dapat diambil setiap hari dan tidak ada pemiliknya.
.Meski sempat hancur karena gelombang Tsunami, namun Desa Alue Naga bisa bangkit dari keterpurukan nya setelah menjadi resmi menjadi salah satu desa binaan PT Astra International Tbk. Lewat program bertajuk Kampung Berseri Astra (KBA), Alue Naga menjadi desa ke-65 di Indonesia yang mendapat kucuran dana Corporate Social Responsibility (CSR )dari perusahaan multinasional tersebut.
Pendekatan yang dilakukan PT.
Astra di Alue Naga dengan menyeimbangkan kebutuhan saat ini
dan masa depan. Menyelaraskan dengan strategi pemerintah Indonesia serta
perspektif pemangku kepentingan terhadap keberlanjutan
Di Alue Naga Desa Alue Naga, juga setiap hari Rabu melakukan gotong-royong bersama membersihkan lingkungan mereka. Dengan membangkitkan kembali budaya gotong-royong diharapkan akan terwujud desa dengan lingkungan yang bersih, dan, hijau, dan dihuni oleh masyarakat yang sehat. Ada empat pilar program KBA, yaitu pendidikan, kewirausahaan, lingkungan, dan kesehatan.
Setelah tsunami kegiatan
yang gencar dilakukan adalah konservasi mangrove untuk wilayah yang berada di
garis pantai., Astra turut menyumbang ribuan bakau untuk ditanam di Alue Naga.
Akar bakau digunakan sebagai penahan ombak dan rumah bagi tiram dan kerang
laut. Pohon bakau di tanam di pematang dan di dalam tambak untuk mencegah abrasi.
Soal kualitas, tiram Alue Naga memang terbaik. Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Ichsan Rusydi, melakukan penelitian terhadap tiram di Alue Naga. Hasilnya, tiram di sana lebih bagus karena kadar logam sangat rendah. Ini membuat tiram Aceh berkualitas baik dan aman untuk dikonsumsi.
"Tiram Aceh sangat bermutu karena didukung dari keberadaan lingkungan yang belum tercemar limbah industri," kata Ichsan, yang juga penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2016 ini karena inovasi Rumoh Tiram Gampong Tibang.
Menurut Ichsan, FKP bersama Astra telah melakukan uji kompetensi terhadap 120 petani tiram dari empat kelompok di Alue Naga. Hasil uji kompetensi itu, petani tiram tersebut telah diberikan sertifikasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) di Jakarta.
Jika dulu Alue Naga dikenal sebagai daerah penghasil tiram terbaik di Aceh. Sekarang Alue Naga dikenal sebagai penghasil tiram mentah dan juga tiram olahan berupa kerupuk tiram. Melalui kelompok Sinar Naga, Astra menyumbangkan sejumlah peralatan termasuk mesin pengolah tiram menjadi kerupuk.
Kerupuk tiram yang dikenal dari Alue Naga, yaitu Kerupuk Tiram Kak Mar. Namanya diambil dari sang pemilik, Mariati. Sekarang produk olahan tiram milik Mariati telah dijual sampai ke luar Aceh. Berkat produk olahan tiram ini pula, Alue Naga sekarang menjadi tempat sentra budidaya dan pengolahan tiram Aceh.

Dengan adanya program Astra, Alue Naga bangkit dan semakin sejahtera program -program yang ada masih terus berlanjut. Kami baru melakukan pertemuan seminggu yang lalu (20 Oktober 2025) dan diberikan bantuan mesin untuk masing-masing kelompok yang beranggotakan 10 orang.
Percakapan saya dengan Bu Mala pun saya sudahi karena matahari mulai meninggi dan Bu Mala mulai mengemasi peralatannya dan bergegas pulang, sebelum berpisah tak lupa saya mengucapkan terima kasih karena bu Mala mau saya temani mencari tiram sambil berbincang
Bu Mala mencari tiram di antara bebatuan di bawah Jembatan Krueng Cut, memanfaatkan air yang sedang sedikit surut karena lebih mudah untuk mendapatkan tiram dan hasilnya banyak. Tidak jauh dari tempatnya, tiga rekannya sesama pencari tiram tampak bekerja di area yang airnya masih pasang. Di belakang punggung mereka terlihat kotak styrofoam putih sebagai wadah tiram yang belum dikupas. Berbeda dengan Bu Mala, mereka biasanya membawa pulang tiram dalam kondisi utuh untuk dikupas di rumah.
Sementara itu, Bu Mala memilih mengupas tiram langsung di lokasi agar beban bawaannya lebih ringan. Ia membawa pulang hasil panennya dengan berjalan kaki, tidak seperti ketiga rekannya yang datang dengan sepeda motor.
Desa Alue Naga merupakan salah satu daerah penghasil tiram berkualitas terbaik yang ada di Aceh.. Umumnya masyarakat Alue Naga tinggal di wilayah permukiman dengan daratan satu meter dari permukaan laut. Mereka mencari tiram dengan cara manual dan tradisional, di aliran sungai yang melintasi permukiman mereka menyelam dan merendam berjam-jam dalam air, sehingga dampaknya itu sangat berbahaya bagi kesehatan.
Hanya berbekal keranjang, baskom dan pisau berkait. Tak lupa sarung tangan, sepatu agar tak tergores karang, batu dan kulit tiram. .Tiram yang berada di bebatuan dapat diambil setiap hari dan tidak ada pemiliknya.
.Meski sempat hancur karena gelombang Tsunami, namun Desa Alue Naga bisa bangkit dari keterpurukan nya setelah menjadi resmi menjadi salah satu desa binaan PT Astra International Tbk. Lewat program bertajuk Kampung Berseri Astra (KBA), Alue Naga menjadi desa ke-65 di Indonesia yang mendapat kucuran dana Corporate Social Responsibility (CSR )dari perusahaan multinasional tersebut.
Di Alue Naga Desa Alue Naga, juga setiap hari Rabu melakukan gotong-royong bersama membersihkan lingkungan mereka. Dengan membangkitkan kembali budaya gotong-royong diharapkan akan terwujud desa dengan lingkungan yang bersih, dan, hijau, dan dihuni oleh masyarakat yang sehat. Ada empat pilar program KBA, yaitu pendidikan, kewirausahaan, lingkungan, dan kesehatan.
Soal kualitas, tiram Alue Naga memang terbaik. Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Ichsan Rusydi, melakukan penelitian terhadap tiram di Alue Naga. Hasilnya, tiram di sana lebih bagus karena kadar logam sangat rendah. Ini membuat tiram Aceh berkualitas baik dan aman untuk dikonsumsi.
"Tiram Aceh sangat bermutu karena didukung dari keberadaan lingkungan yang belum tercemar limbah industri," kata Ichsan, yang juga penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 2016 ini karena inovasi Rumoh Tiram Gampong Tibang.
Menurut Ichsan, FKP bersama Astra telah melakukan uji kompetensi terhadap 120 petani tiram dari empat kelompok di Alue Naga. Hasil uji kompetensi itu, petani tiram tersebut telah diberikan sertifikasi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) di Jakarta.
Jika dulu Alue Naga dikenal sebagai daerah penghasil tiram terbaik di Aceh. Sekarang Alue Naga dikenal sebagai penghasil tiram mentah dan juga tiram olahan berupa kerupuk tiram. Melalui kelompok Sinar Naga, Astra menyumbangkan sejumlah peralatan termasuk mesin pengolah tiram menjadi kerupuk.
Kerupuk tiram yang dikenal dari Alue Naga, yaitu Kerupuk Tiram Kak Mar. Namanya diambil dari sang pemilik, Mariati. Sekarang produk olahan tiram milik Mariati telah dijual sampai ke luar Aceh. Berkat produk olahan tiram ini pula, Alue Naga sekarang menjadi tempat sentra budidaya dan pengolahan tiram Aceh.
Dengan adanya program Astra, Alue Naga bangkit dan semakin sejahtera program -program yang ada masih terus berlanjut. Kami baru melakukan pertemuan seminggu yang lalu (20 Oktober 2025) dan diberikan bantuan mesin untuk masing-masing kelompok yang beranggotakan 10 orang.
Percakapan saya dengan Bu Mala pun saya sudahi karena matahari mulai meninggi dan Bu Mala mulai mengemasi peralatannya dan bergegas pulang, sebelum berpisah tak lupa saya mengucapkan terima kasih karena bu Mala mau saya temani mencari tiram sambil berbincang
No comments:
Post a Comment
Terima kasih sudah Berkunjung. Please tinggalkan jejak biar kenal