Wednesday 1 January 2014

Muhasabah Cinta

“Bohong! Tidak mungkin Ali seperti itu!”
“Untuk apa aku berbohong, tak ada untungnya sama sekali. Matamu telah dibutakan cinta hingga kau tak menyadari dia hanya mempermainkanmu saja.”
“Ali mencintaiku, dia berjanji akan menikah denganku.”
“Kau bilang cinta! Mau menikah! Naif sekali dirimu, kau bahkan tak tahu Ali itu siapa. Aku tak akan pernah setuju kau menikah dengannya”
“Apa hakmu melarangku?”
“Aku ini abangmu. Pasti ingin yang terbaik agar kau bahagia. Bukan buaya darat yang mengaku cinta dan memberi janji semata tanpa bukti yang nyata.”
“Mana buktinya kalau Ali memperalatku?”
“Bukti! Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri dia bergandengan mesra dengan seorang dara. Kelihatan dari raut wajahnya kalau dia mencintainya.”
“Lantas kenapa abang tidak menegurnya?”
“Untuk apa? Ketika mata kami tak sengaja bertatapan hanya sekilas raut mukanya terkejut melihatku, dan segera menguasai keadaan berlalu begitu saja seolah tak terjadi apa-apa. Tak sedikitpun rasa bersalah, dasar buaya. Dia bahkan menganggapku tak ada.”
“Tidak mungkin, dia seperti itu”
“Aku tahu kau sangat sayang padanya. Tapi kau pertimbangkan lagi apa yang kukatakan. Jangan sampai menyesal kemudian. Itu sebabnya ayah tak pernah mengizinkan anak-anaknya pacaran sebelum menikah. Akan banyak hati yang kecewa dan terluka karenanya. Baiklah, Abang pergi dulu masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Assalamualaikun”
“Waa’laikumsalam warahmatullah”
Kutermangu di ruang ini, pikiranku terbang bersama angin waktu, melayang-layang ke masa lalu, dan mendarat di tempat pertama kali kita bertemu. Kala itu tak sengaja tangan kita beradu. Ketika  kau coba membantu membawakan buku-bukuku yang terjatuh karena menabrakmu yang sedang buru-buru.
“Maaf, bukunya jadi jatuh semua. Kenalin aku Ali kuliah di teknik mesin. Kamu?”
“Ana”
“Kuliah di teknik arsitektur ya?”
“Kok tahu?”
“Soalnya di kampus ini yang banyak mahasiswinya, cuma teknik arsitektur”
“Ooh”
“O itu bulat”
“Apa? Nggak ngerti maksudnya?”
“Kalau kita bilang huruf O, mulutku pasti jadi bulat.”
Aku hanya tersenyum mendengar penjelasanmu. Begitu lihainya kau memainkan kata-kata. Hingga aku lupa kesalahanmu menabrakku.”
“Ini buku-bukunya dah beres semua. Maaf yaa, nggak sengaja. Aku masih ada kuliah, lain kali bisa ngobrol lagi?”aku hanya mengangguk
“Dah Ana!” pamitmu padaku seolah kita sudah mengenal lama.
*****
Kantin teknik  di jam makan siang seperti ini selalu ramai. Berharap masih ada bangku kosong, perutku mulai keroncongan. Hari ini kuliahku padat sekali,  dan dari pagi cuma sarapan roti.
“Hei Ana duduk disini saja” aku hanya diam memantung masih ragu. Tempat duduk yang kau tawarkan  begitu sempit, dan penuh dengan teman-temanmu yang rata-rata laki-laki.
“Ayo sini. Mereka dah pada selesai kok! Huss...huss...ayo gantian masih banyak yang lapar”
Seolah tahu isi kepalaku. Kaupun mengusir teman-temanmu dengan mimik yang lucu. Tampak gerutuan di antara teman-temanmu tak rela diusir seperti itu.
“Iya, iya....kami duluan. Pak komting kalau lagi lapar ngeri. Main usir-usir orang.”
“Ayo Ana ini bangkunya sudah kosong.” Sepertinya memang tidak ada pilihan lain hanya bangku di sampingmu saja yang kosong. Kumantapkan hati menghampirimu.
“Nah, gitu donk.  Aku nggak akan gigit kok. Jangan takut” aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Benar-benar orang yang ramah dan humoris.
“Diantara miliaran manusia. Pasti Tuhan mempunyai alasan kenapa kita dipertemukan. ”
“Maaf, aku nggak ngerti maksudmu bisa dijelaskan?”
“Ha..ha..ha, nggak perlu minta maaf lagi. Kamu orangnya nggak pernah bercanda ya? Maksudku dalam sehari ini sudah dua kali kita bertemu tanpa disengaja. Pasti Tuhan mempunyai alasan kenapa kita dipertemukan? Mungkin kita jodoh”
Seringan itu dia mengatakannya baru dua kali berjumpa tanpa direncanakan benarkah ini disebut jodoh. Terlalu tinggi dia memberi harapan. Apa mungkin semua laki-laki seperti itu? Pandai merangkai kata dan merayu kepada semua wanita yang dijumpainya.
“Hai, bengong aja. Kamu kenapa lagi ada masalah? Coba cerita siapa tahu aku bisa bantu. Ngomong-ngomong makan siangnya aku yang bayar ya. Sebagai permintaan maaf karena menabrakmu tadi pagi.”
“ Nggak perlu, aku bisa bayar sendiri.”
“ Jangan gitu donk atau jangan-jangan kamu masih marah karena kutabrak tadi pagi?”
“Nggak, bukan gitu.  Aku nggak biasa aja dibayarin sama orang yang baru kenal.”
“Oh gitu, kenapa? Takut diguna-guna? Tenang aku bukan orang seperti itu kok atau kalau kamu nggak mau dibayarin gimana kalau aku antar pulang saja?”
“Nggak usah makasih, santai ajalah aku nggak marah kok. Nggak usah lebay gitu.”
“Kenapa, takut pacarnya marah yaa?”
“Aku nggak punya pacar dan nggak minat pacaran”
“Kenapa punya pengalaman pahit sama mantan pacar? Kamu bukan pencinta sesama jeniskan?”
“Mau kamu apa sih! Ngajak berantem nanya kaya gitu, aku cewek normal. Aku suka laki-laki tapi aku nggak pacaran sebelum menikah.”
“Aduh maaf, jangan salah paham dulu. Jarang sekali aku temui cewek cantik seperti kamu tapi nggak punya pacar itu aja. Maaf kalau pertanyaanku membuatmu tersinggung.”
“Terus sekarang sudah tahu, aku nggak punya pacar kamu mau apa?”
“Nggak apa-apa, sebenarnya mau daftar jadi pacar. Tapi nggak buka lowongan ya?”
“Memangnya pekerjaan pakai buka lowongan?”
“Kamu tambah manis kalau lagi marah kaya gitu. Tapi aku masih penasaran dengan prinsip kamu nggak pacaran sebelum menikah. Apa kamu nggak bakalan merasa membeli kucing dalam karung.”
“Kamu pandai ngegombal yaa. Apa semua perempuan kamu rayu seperti ini?
“Tidak hanya orang yang kusuka saja. Kamu belum jawab pertanyaanku?
“Pertanyaa yang mana? Memangnya penting jawabanku?”
“Penting banget.”
“Karena pacar belum tentu jadi suami. Suami sudah pasti jadi pacar. Aku tidak suka sesuatu yang tidak pasti. Itu hanya membuang energi. Yuk kita makan, pesanannya dah sampai.”
Dua  piring mie Aceh dan dua gelas air putih tersaji di meja kami. Sungguh menguggah selera dengan rasanya yang khas  apalagi disajikan dengan kepiting. Sayang di kantin kami hanya  terdapat menu standar mie Aceh dengan tambahan kerupuk muling dan acar sebagai pelengkap.
“Penggemar mie Aceh juga yaa? Tanyamu sambil makan.
“Banget. Kalau lagi makan jangan sambil ngomong nanti keselek.”
“Kalau nggak sambil makan kaya gini belum  tentu bakal ada kesempatan ngobrol denganmu lagi. Uhuk...uhuk.”
“Baru diomongin udah kejadian. Neh minum biar enakan”
“Aduh sakit  banget keselek cabe. Makasih yaa. Tempat tinggalmu dimana? Boleh kuantar pulang?”
“Nggak usah makasih, aku naik labi-labi aja.
“Ana lain kali kita ngobrol lagi yaa.”
“Oke”
***
“Assalamualaikum.”tok...tok...tok “assalamualaikum”
Ketukan di pintu dan ucapan salam membuyarkan lamunanku. Cut sahabatku datang. Sudah lama kami tak bersua sejak dia menikah dan memutuskan ikut dengan suaminya ke Jakarta.
“Masuk Cut, sudah lama banget yaa kita nggak ketemu. Apa kabar? Tumben neh bisa main lagi kemari. “ tanyaku sambil memeluk dan cium pipi kanan  dan kiri Icut.”
“Baik, alhamdulillah. Iya, kebetulan suamiku meninjau proyek disini. Ya sudah sekalian aku minta ikut kangen sama kamu dan teman-teman yang lain. Kapan neh aku dapat undangannya?”
“”Undangan apa?”
“Undangan pernikahanmulah, apa lagi. Aku ingin tahu lelaki mana yang berhasil menaklukan putri salju sepertimu.”
Aku hanya tertawa mendengar perkataan Icut. Putri salju gelar yang diberi padaku, karena dinginnya sikapku pada laki-laki dan sering membuat mereka patah hati. Tapi sekarang lihatlah aku begitu menyedihkan seolah karma menimpaku. Aku menelan kata-kataku sendiri.
“Na, kamu kenapa? Apa ada yang salah ya dengan kata-kataku? Aku minta maaf”
“Nggak kok, kamu nggak salah apa-apa. Aku cuma terharu kita bisa ketemu lagi.”
“Ngomong-ngomong, gimana kabar Ali?” kuterdiam, ragu untuk menjawab. Kenapa hari ini semua orang mendadak peduli dengan kabar Ali.
“Nggak tahu.” jawabku lirih
“Kok, bisa nggak tahu? kamukan pacarnya.”
Pacar itu apa? kenapa menjadi kabur definisinya setelah aku bertemu Ali. Prinsipku tidak ada pacaran sebelum menikah goyah karena sikapnya yang pantang menyerah walau berkali-kali kutolak. Dia tetap rajin menyapa sekedar tanya kabar. Bahkan terakhir dia berhasil mendapatkan nomor hapeku tanpa harus kuberi tahu. Semua tentang Ali telah merubah hidupku. 
“Na, kamu nggak apa-apa? Kok, bisa nggak tahu? kamukan pacarnya.” Icut mengulang kembali pertanyaan. Seolah menegaskan dia tak puas dengan jawabanku.
“Yaa aku nggak tahu. Setelah tsunami dia mulai sulit untuk dihubungi. Pernah kucoba menunggu di tempat kuliahnya mencoba mencari penjelasan atas hubungan kami. Tapi dia berhasil menghindar. sms nggak dibalas. Telepon nggak diangkat. Aku digantung dengan cintanya.”
“Ya ampun. Memang yaa tuh anak raja tega. Berani-beraninya dia mainin sahabatku. Terus-terus?”
“ Yaa aku nggak tahu harus gimana? Tadi Bang Hasan bilang dia melihat Ali bergandengan tangan mesra dengan seorang dara. Dan berpura-pura tak kenal dengan Bang Hasan.”  
“Ampun deh memang benar-benar keterlaluan yaa tuh si Ali. Lihat aja nanti kalau sampai ketemu kuberi pelajaran dia. Terus alasan kamu masih single fighter sampai sekarang karena nunggu kepastian dari Ali?”
“Iya”
“Aduh, Ana...Ana. Kamu tuh hidup di zaman apa sih? Kok lugu banget jadi orang. Ngapain buang-buang waktu dan energi sama orang yang nggak peduli dengan kita. Kenapa juga nggak segera cari ganti? Laki-laki di dunia ini nggak Cuma Ali.”
“Iya tahu tapi cuma Ali yang berhasil mencuri hatiku. Begitu banyak janji dan mimpi yang diberi. Kamu tahu dari kecil aku terobsesi untuk menikahi cinta pertamaku dan itu akan menjadi cinta yang terakhir.”
“Iya, tapi lihat kenyataannya sekarang. Di mana Ali saat dibutuhkan. Tsunami sudah lewat sembilan tahun yang lalu sayang. Dan kamu masih setia menunggu Ali. Itu benar-benar perbuatan yang bodoh sekali.”
“Tapi...”
“Nggak ada tapi-tapian lihat umurmu sekarang hampir kepala tiga, masih sendirian. Apa kata orang?”
“Biar saja orang mau bilang apa, yang penting aku nyaman dengan keadaanku.”
“Oya! Benarkah? Kenapa  aku sanksi mendengarnya. Oke sekarang waktunya kamu bangun puteri salju. Hapus khayalanmu tentang cinta pertama menjadi cinta terakhir. Hapus juga kenanganmu dengan Ali. Dia tak lebih dari seorang buaya kelas teri yang nggak tahu diri.”
“Aku nggak bisa.”
“Kenapa nggak bisa? Kamu nggak diapa-apain sama Ali kan? Kamu masih perawankan?”
“Yaa Allah, Icut. Sampai hati kamu menuduhku seperti itu. Jelek-jelek begini aku masih punya iman.”
“Lalu apa alasanmu masih menunggu Ali yang nggak jelas batang hidungnya ada dimana? Cuma keperawanan satu-satunya alasan kenapa seorang wanita tak bisa melupakan seorang pria. Maaf kalau kata-kataku menyakitimu. Tapi ini untuk kebaikanmu tak akan kubiarkan kau merana lagi karena Ali.”
“Tapi aku tak bisa.”
“Harus bisa! Hidup cuma sekali jangan sia-siakan umurmu menunggu orang yang nggak pantas ditunggu. Seorang pria sejati tak akan membiarkan wanita pujaannya merana. Kalau dia pria sejati dia pasti segera melegalkan hubungan kalian ke pernikahan bukan menghilang begitu saja tanpa memberi kepastian.
Aku hanya terdiam mendengar  perkataan Icut yang berapi-api. Tak pernah kulihat dia begitu emosi seperti sekarang ini. Ah semua gara-gara Ali hidupku yang sempurna jadi berantakan. Sekarang baru benar-benar aku mengerti kenapa ayah melarang anak-anaknya pacaran sebelum menikah.”
“Na, jangan kau buang-buang diri lagi. Menanti yang tak pasti. Coba kau mulai buka hatimu lagi. Sakit karena cinta akan terobati dengan hadirnya cinta kembali. Saat satu pintu tertutup pasti ada pintu lain yang terbuka. Jangan terlalu lama meratapi pintu yang tertutup itu. Kamu ngertikan maksudku.”
“Iya” jawabku lirih nyaris tak terdengar
“Aku bilang ini karena aku peduli.”
“Aku tahu.”
“Kalau gitu tunggu apa lagi? Mulai sekarang lumpuhkan semua ingatanmu tentang Ali. Anggap saja dia sudah mati. Dan orang mati tak pantas selalu ditangisi.”
“Apa aku bisa?”
“Kamu pasti bisa. Asal giat berlatih dan minum Milo setiap hari.”segera kucubit pinggang Icut
“Icut, orang serius juga.”
“Maaf... maaf becanda. Yaa pasti bisa. Kamu cantik, pinter hanya cowok bodoh yang nggak mau punya istri sepertimu. Atau sekarang gini aja cowok mana yang kamu suka tinggal tunjuk biar Icut urusin.”
“Memangnya kalau ada coeok yang aku suka udah pasti Icut kenal? pake acara urusin segala.”
“ Enggak sih, atau gini aja ntar aku kenalin deh sama teman-temanku yang masih jomblo siapa tahu ada yang cocok.“
“Makasih yaa Cut buat semuanya.”
“Jangan bilang makasih dulu. Ntar kalau udah jodoh baru bilang makasih dan jangan lupa traktir aku makan  merayakan suksesnya aku jadi mak comblang.”
“Beres boss.”
“Ngomong-ngomong aku pamit pulang dulu yaa. Neh suamiku dah sms katanya dia dah ada di depan lorong.”
“Kenapa nggak disuruh masuk aja sekalian?”
“Katanya dia lagi buru-buru ada meeting lagi habis magrib. Yuk aku duluan. Ingat pesanku jangan ada lagi yang namanya Ali dalam memorimu”
“Siap boss.”
***

Dua puluh sembilan tahun usiaku kini. Perawan tua titel yang mulai disematkan padaku. Hanya karena aku belum menikah. Tapi menikah juga butuh banyak pertimbangan. Tak semudah membalikkan telapak tangan. Salah memilih bisa jadi masalah di kemudian hari. Haruskah  aku menerima siapa saa yang datang  demi mengejar titel istri?
Aku tetap berbaik sangka dan terus memperbaiki diri. Menemukan jodoh ternyata seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Pengalaman pahit dengan Ali membuatku lebih berhati-hati lagi dalam berhubungan dengan lawan jenis.
Harapanku akan jodoh sebenarnya sederhana sekali. Aku ingin menikah dengan orang yang bisa membuatku tertawa, sesedih apapun aku. Membuatku merasa cantik, sejelek apapun aku. Dan membuatku merasa kaya semiskin apapun aku.
Dan dari segi penampilan suamiku itu harus menenangkan hati ketika kulihat. Suaranya harus bagus jadi aku tak akan bosan mendengar jika dia menasehati.  Satu  lagi dia harus pandai mengaji dan wawasannya luas. Sederhanakan kriteriaku?

Kerupuk muling= kerupuk yang terbuat dari melinjo
Labi-labi= sebutan untuk angkutan umum di Aceh
Lorong= gang/jalan selebar 3-4 meter
Komting= Komisaris letting/ ketua kelas antar angkatan/letting


Muhasabah Cinta

“Bohong! Tidak mungkin Ali seperti itu!”

“Untuk apa aku berbohong, tak ada untungnya sama sekali. Matamu telah dibutakan cinta hingga kau tak menyadari dia hanya mempermainkanmu saja.”
“Ali mencintaiku, dia berjanji akan menikah denganku.”
“Kau bilang cinta! Mau menikah! Naif sekali dirimu, kau bahkan tak tahu Ali itu siapa. Aku tak akan pernah setuju kau menikah dengannya”
“Apa hakmu melarangku?”
“Aku ini abangmu. Pasti ingin yang terbaik agar kau bahagia. Bukan buaya darat yang mengaku cinta dan memberi janji semata tanpa bukti yang nyata.”
“Mana buktinya kalau Ali memperalatku?”
“Bukti! Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri dia bergandengan mesra dengan seorang dara. Kelihatan dari raut wajahnya kalau dia mencintainya.”
“Lantas kenapa abang tidak menegurnya?”
“Untuk apa? Ketika mata kami tak sengaja bertatapan hanya sekilas raut mukanya terkejut melihatku, dan segera menguasai keadaan berlalu begitu saja seolah tak terjadi apa-apa. Tak sedikitpun rasa bersalah, dasar buaya. Dia bahkan menganggapku tak ada.”
“Tidak mungkin, dia seperti itu”
“Aku tahu kau sangat sayang padanya. Tapi kau pertimbangkan lagi apa yang kukatakan. Jangan sampai menyesal kemudian. Itu sebabnya ayah tak pernah mengizinkan anak-anaknya pacaran sebelum menikah. Akan banyak hati yang kecewa dan terluka karenanya. Baiklah, Abang pergi dulu masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Assalamualaikun”
“Waa’laikumsalam warahmatullah”
Kutermangu di ruang ini, pikiranku terbang bersama angin waktu, melayang-layang ke masa lalu, dan mendarat di tempat pertama kali kita bertemu. Kala itu tak sengaja tangan kita beradu. Ketika  kau coba membantu membawakan buku-bukuku yang terjatuh karena menabrakmu yang sedang buru-buru.
“Maaf, bukunya jadi jatuh semua. Kenalin aku Ali kuliah di teknik mesin. Kamu?”
“Ana”
“Kuliah di teknik arsitektur ya?”
“Kok tahu?”
“Soalnya di kampus ini yang banyak mahasiswinya, cuma teknik arsitektur”
“Ooh”
“O itu bulat”
“Apa? Nggak ngerti maksudnya?”
“Kalau kita bilang huruf O, mulutku pasti jadi bulat.”
Aku hanya tersenyum mendengar penjelasanmu. Begitu lihainya kau memainkan kata-kata. Hingga aku lupa kesalahanmu menabrakku.”
“Ini buku-bukunya dah beres semua. Maaf yaa, nggak sengaja. Aku masih ada kuliah, lain kali bisa ngobrol lagi?”aku hanya mengangguk
“Dah Ana!” pamitmu padaku seolah kita sudah mengenal lama.
*****
Kantin teknik  di jam makan siang seperti ini selalu ramai. Berharap masih ada bangku kosong, perutku mulai keroncongan. Hari ini kuliahku padat sekali,  dan dari pagi cuma sarapan roti.
“Hei Ana duduk disini saja” aku hanya diam memantung masih ragu. Tempat duduk yang kau tawarkan  begitu sempit, dan penuh dengan teman-temanmu yang rata-rata laki-laki.
“Ayo sini. Mereka dah pada selesai kok! Huss...huss...ayo gantian masih banyak yang lapar”
Seolah tahu isi kepalaku. Kaupun mengusir teman-temanmu dengan mimik yang lucu. Tampak gerutuan di antara teman-temanmu tak rela diusir seperti itu.
“Iya, iya....kami duluan. Pak komting kalau lagi lapar ngeri. Main usir-usir orang.”
“Ayo Ana ini bangkunya sudah kosong.” Sepertinya memang tidak ada pilihan lain hanya bangku di sampingmu saja yang kosong. Kumantapkan hati menghampirimu.
“Nah, gitu donk.  Aku nggak akan gigit kok. Jangan takut” aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Benar-benar orang yang ramah dan humoris.
“Diantara miliaran manusia. Pasti Tuhan mempunyai alasan kenapa kita dipertemukan. ”
“Maaf, aku nggak ngerti maksudmu bisa dijelaskan?”
“Ha..ha..ha, nggak perlu minta maaf lagi. Kamu orangnya nggak pernah bercanda ya? Maksudku dalam sehari ini sudah dua kali kita bertemu tanpa disengaja. Pasti Tuhan mempunyai alasan kenapa kita dipertemukan? Mungkin kita jodoh”
Seringan itu dia mengatakannya baru dua kali berjumpa tanpa direncanakan benarkah ini disebut jodoh. Terlalu tinggi dia memberi harapan. Apa mungkin semua laki-laki seperti itu? Pandai merangkai kata dan merayu kepada semua wanita yang dijumpainya.
“Hai, bengong aja. Kamu kenapa lagi ada masalah? Coba cerita siapa tahu aku bisa bantu. Ngomong-ngomong makan siangnya aku yang bayar ya. Sebagai permintaan maaf karena menabrakmu tadi pagi.”
“ Nggak perlu, aku bisa bayar sendiri.”
“ Jangan gitu donk atau jangan-jangan kamu masih marah karena kutabrak tadi pagi?”
“Nggak, bukan gitu.  Aku nggak biasa aja dibayarin sama orang yang baru kenal.”
“Oh gitu, kenapa? Takut diguna-guna? Tenang aku bukan orang seperti itu kok atau kalau kamu nggak mau dibayarin gimana kalau aku antar pulang saja?”
“Nggak usah makasih, santai ajalah aku nggak marah kok. Nggak usah lebay gitu.”
“Kenapa, takut pacarnya marah yaa?”
“Aku nggak punya pacar dan nggak minat pacaran”
“Kenapa punya pengalaman pahit sama mantan pacar? Kamu bukan pencinta sesama jeniskan?”
“Mau kamu apa sih! Ngajak berantem nanya kaya gitu, aku cewek normal. Aku suka laki-laki tapi aku nggak pacaran sebelum menikah.”
“Aduh maaf, jangan salah paham dulu. Jarang sekali aku temui cewek cantik seperti kamu tapi nggak punya pacar itu aja. Maaf kalau pertanyaanku membuatmu tersinggung.”
“Terus sekarang sudah tahu, aku nggak punya pacar kamu mau apa?”
“Nggak apa-apa, sebenarnya mau daftar jadi pacar. Tapi nggak buka lowongan ya?”
“Memangnya pekerjaan pakai buka lowongan?”
“Kamu tambah manis kalau lagi marah kaya gitu. Tapi aku masih penasaran dengan prinsip kamu nggak pacaran sebelum menikah. Apa kamu nggak bakalan merasa membeli kucing dalam karung.”
“Kamu pandai ngegombal yaa. Apa semua perempuan kamu rayu seperti ini?
“Tidak hanya orang yang kusuka saja. Kamu belum jawab pertanyaanku?
“Pertanyaa yang mana? Memangnya penting jawabanku?”
“Penting banget.”
“Karena pacar belum tentu jadi suami. Suami sudah pasti jadi pacar. Aku tidak suka sesuatu yang tidak pasti. Itu hanya membuang energi. Yuk kita makan, pesanannya dah sampai.”
Dua  piring mie Aceh dan dua gelas air putih tersaji di meja kami. Sungguh menguggah selera dengan rasanya yang khas  apalagi disajikan dengan kepiting. Sayang di kantin kami hanya  terdapat menu standar mie Aceh dengan tambahan kerupuk muling dan acar sebagai pelengkap.
“Penggemar mie Aceh juga yaa? Tanyamu sambil makan.
“Banget. Kalau lagi makan jangan sambil ngomong nanti keselek.”
“Kalau nggak sambil makan kaya gini belum  tentu bakal ada kesempatan ngobrol denganmu lagi. Uhuk...uhuk.”
“Baru diomongin udah kejadian. Neh minum biar enakan”
“Aduh sakit  banget keselek cabe. Makasih yaa. Tempat tinggalmu dimana? Boleh kuantar pulang?”
“Nggak usah makasih, aku naik labi-labi aja.
“Ana lain kali kita ngobrol lagi yaa.”
“Oke”
***
“Assalamualaikum.”tok...tok...tok “assalamualaikum”
Ketukan di pintu dan ucapan salam membuyarkan lamunanku. Cut sahabatku datang. Sudah lama kami tak bersua sejak dia menikah dan memutuskan ikut dengan suaminya ke Jakarta.
“Masuk Cut, sudah lama banget yaa kita nggak ketemu. Apa kabar? Tumben neh bisa main lagi kemari. “ tanyaku sambil memeluk dan cium pipi kanan  dan kiri Icut.”
“Baik, alhamdulillah. Iya, kebetulan suamiku meninjau proyek disini. Ya sudah sekalian aku minta ikut kangen sama kamu dan teman-teman yang lain. Kapan neh aku dapat undangannya?”
“”Undangan apa?”
“Undangan pernikahanmulah, apa lagi. Aku ingin tahu lelaki mana yang berhasil menaklukan putri salju sepertimu.”
Aku hanya tertawa mendengar perkataan Icut. Putri salju gelar yang diberi padaku, karena dinginnya sikapku pada laki-laki dan sering membuat mereka patah hati. Tapi sekarang lihatlah aku begitu menyedihkan seolah karma menimpaku. Aku menelan kata-kataku sendiri.
“Na, kamu kenapa? Apa ada yang salah ya dengan kata-kataku? Aku minta maaf”
“Nggak kok, kamu nggak salah apa-apa. Aku cuma terharu kita bisa ketemu lagi.”
“Ngomong-ngomong, gimana kabar Ali?” kuterdiam, ragu untuk menjawab. Kenapa hari ini semua orang mendadak peduli dengan kabar Ali.
“Nggak tahu.” jawabku lirih
“Kok, bisa nggak tahu? kamukan pacarnya.”
Pacar itu apa? kenapa menjadi kabur definisinya setelah aku bertemu Ali. Prinsipku tidak ada pacaran sebelum menikah goyah karena sikapnya yang pantang menyerah walau berkali-kali kutolak. Dia tetap rajin menyapa sekedar tanya kabar. Bahkan terakhir dia berhasil mendapatkan nomor hapeku tanpa harus kuberi tahu. Semua tentang Ali telah merubah hidupku. 
“Na, kamu nggak apa-apa? Kok, bisa nggak tahu? kamukan pacarnya.” Icut mengulang kembali pertanyaan. Seolah menegaskan dia tak puas dengan jawabanku.
“Yaa aku nggak tahu. Setelah tsunami dia mulai sulit untuk dihubungi. Pernah kucoba menunggu di tempat kuliahnya mencoba mencari penjelasan atas hubungan kami. Tapi dia berhasil menghindar. sms nggak dibalas. Telepon nggak diangkat. Aku digantung dengan cintanya.”
“Ya ampun. Memang yaa tuh anak raja tega. Berani-beraninya dia mainin sahabatku. Terus-terus?”
“ Yaa aku nggak tahu harus gimana? Tadi Bang Hasan bilang dia melihat Ali bergandengan tangan mesra dengan seorang dara. Dan berpura-pura tak kenal dengan Bang Hasan.”  
“Ampun deh memang benar-benar keterlaluan yaa tuh si Ali. Lihat aja nanti kalau sampai ketemu kuberi pelajaran dia. Terus alasan kamu masih single fighter sampai sekarang karena nunggu kepastian dari Ali?”
“Iya”
“Aduh, Ana...Ana. Kamu tuh hidup di zaman apa sih? Kok lugu banget jadi orang. Ngapain buang-buang waktu dan energi sama orang yang nggak peduli dengan kita. Kenapa juga nggak segera cari ganti? Laki-laki di dunia ini nggak Cuma Ali.”
“Iya tahu tapi cuma Ali yang berhasil mencuri hatiku. Begitu banyak janji dan mimpi yang diberi. Kamu tahu dari kecil aku terobsesi untuk menikahi cinta pertamaku dan itu akan menjadi cinta yang terakhir.”
“Iya, tapi lihat kenyataannya sekarang. Di mana Ali saat dibutuhkan. Tsunami sudah lewat sembilan tahun yang lalu sayang. Dan kamu masih setia menunggu Ali. Itu benar-benar perbuatan yang bodoh sekali.”
“Tapi...”
“Nggak ada tapi-tapian lihat umurmu sekarang hampir kepala tiga, masih sendirian. Apa kata orang?”
“Biar saja orang mau bilang apa, yang penting aku nyaman dengan keadaanku.”
“Oya! Benarkah? Kenapa  aku sanksi mendengarnya. Oke sekarang waktunya kamu bangun puteri salju. Hapus khayalanmu tentang cinta pertama menjadi cinta terakhir. Hapus juga kenanganmu dengan Ali. Dia tak lebih dari seorang buaya kelas teri yang nggak tahu diri.”
“Aku nggak bisa.”
“Kenapa nggak bisa? Kamu nggak diapa-apain sama Ali kan? Kamu masih perawankan?”
“Yaa Allah, Icut. Sampai hati kamu menuduhku seperti itu. Jelek-jelek begini aku masih punya iman.”
“Lalu apa alasanmu masih menunggu Ali yang nggak jelas batang hidungnya ada dimana? Cuma keperawanan satu-satunya alasan kenapa seorang wanita tak bisa melupakan seorang pria. Maaf kalau kata-kataku menyakitimu. Tapi ini untuk kebaikanmu tak akan kubiarkan kau merana lagi karena Ali.”
“Tapi aku tak bisa.”
“Harus bisa! Hidup cuma sekali jangan sia-siakan umurmu menunggu orang yang nggak pantas ditunggu. Seorang pria sejati tak akan membiarkan wanita pujaannya merana. Kalau dia pria sejati dia pasti segera melegalkan hubungan kalian ke pernikahan bukan menghilang begitu saja tanpa memberi kepastian.
Aku hanya terdiam mendengar  perkataan Icut yang berapi-api. Tak pernah kulihat dia begitu emosi seperti sekarang ini. Ah semua gara-gara Ali hidupku yang sempurna jadi berantakan. Sekarang baru benar-benar aku mengerti kenapa ayah melarang anak-anaknya pacaran sebelum menikah.”
“Na, jangan kau buang-buang diri lagi. Menanti yang tak pasti. Coba kau mulai buka hatimu lagi. Sakit karena cinta akan terobati dengan hadirnya cinta kembali. Saat satu pintu tertutup pasti ada pintu lain yang terbuka. Jangan terlalu lama meratapi pintu yang tertutup itu. Kamu ngertikan maksudku.”
“Iya” jawabku lirih nyaris tak terdengar
“Aku bilang ini karena aku peduli.”
“Aku tahu.”
“Kalau gitu tunggu apa lagi? Mulai sekarang lumpuhkan semua ingatanmu tentang Ali. Anggap saja dia sudah mati. Dan orang mati tak pantas selalu ditangisi.”
“Apa aku bisa?”
“Kamu pasti bisa. Asal giat berlatih dan minum Milo setiap hari.”segera kucubit pinggang Icut
“Icut, orang serius juga.”
“Maaf... maaf becanda. Yaa pasti bisa. Kamu cantik, pinter hanya cowok bodoh yang nggak mau punya istri sepertimu. Atau sekarang gini aja cowok mana yang kamu suka tinggal tunjuk biar Icut urusin.”
“Memangnya kalau ada coeok yang aku suka udah pasti Icut kenal? pake acara urusin segala.”
“ Enggak sih, atau gini aja ntar aku kenalin deh sama teman-temanku yang masih jomblo siapa tahu ada yang cocok.“
“Makasih yaa Cut buat semuanya.”
“Jangan bilang makasih dulu. Ntar kalau udah jodoh baru bilang makasih dan jangan lupa traktir aku makan  merayakan suksesnya aku jadi mak comblang.”
“Beres boss.”
“Ngomong-ngomong aku pamit pulang dulu yaa. Neh suamiku dah sms katanya dia dah ada di depan lorong.”
“Kenapa nggak disuruh masuk aja sekalian?”
“Katanya dia lagi buru-buru ada meeting lagi habis magrib. Yuk aku duluan. Ingat pesanku jangan ada lagi yang namanya Ali dalam memorimu”
“Siap boss.”
***
Dua puluh sembilan tahun usiaku kini. Perawan tua titel yang mulai disematkan padaku. Hanya karena aku belum menikah. Tapi menikah juga butuh banyak pertimbangan. Tak semudah membalikkan telapak tangan. Salah memilih bisa jadi masalah di kemudian hari. Haruskah  aku menerima siapa saa yang datang  demi mengejar titel istri?
Aku tetap berbaik sangka dan terus memperbaiki diri. Menemukan jodoh ternyata seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami. Pengalaman pahit dengan Ali membuatku lebih berhati-hati lagi dalam berhubungan dengan lawan jenis.
Harapanku akan jodoh sebenarnya sederhana sekali. Aku ingin menikah dengan orang yang bisa membuatku tertawa, sesedih apapun aku. Membuatku merasa cantik, sejelek apapun aku. Dan membuatku merasa kaya semiskin apapun aku.
Dan dari segi penampilan suamiku itu harus menenangkan hati ketika kulihat. Suaranya harus bagus jadi aku tak akan bosan mendengar jika dia menasehati.  Satu  lagi dia harus pandai mengaji dan wawasannya luas. Sederhanakan kriteriaku?

Kerupuk muling= kerupuk yang terbuat dari melinjo
Labi-labi= sebutan untuk angkutan umum di Aceh
Lorong= gang/jalan selebar 3-4 meter
Komting= Komisaris letting/ ketua kelas antar angkatan/letting

Saturday 28 December 2013

Makna Ulang Tahun Bagiku

Sering kita dengar ucapan "Selamat ulang tahun." ketika seseorang merayakan hari pertama kehidupan di luar rahim dan resmi mendapat gelar anggota baru di dunia ini. Ketika seseorang berulang tahun, dia akan diperlakukan istimewa di hari jadinya dan diberikan hadiah untuk menyenangkan hatinya.

Makna ulang tahun bagi seorang anak kecil mungkin hanya sebatas  berkumpul  bersama teman dan keluarga mendapatkan banyak hadiah. Meniup lilin di kue ulang tahun serta menyanyikan lagu happy birthday.
Tapi semakin bertambahnya usia dan pemahaman agama. Kita semakin mengerti bahwa semakin bertambah usia justru jatah hidup kita di dunia semakin berkurang.
Moment bertambah usia sebaiknya dilakukan dengan muhasabah diri(koreksi diri), Lebih mengenal diri sendiri dengan lebih baik lagi. Dengan mengenal diri, kita bisa mengetahui potensi dan kekurangan kita. Jadi kita bisa mengali potensi lebih dalam lagi agar bisa berprestasi serta menjadikan kekurangan kita sebagai kelebihan kita.
Menjadikan kekurangan kita menjadi kelebihan kita. Bagaimana caranya? Dengan pandai bersyukur.Insya Allah nikmat yang diberi akan bertambah juga.
Taukan bintang sinetron daus mini? Ukuran tubuhnya tidak sempurna tapi itu bukan alasan bagi dia untuk tidak berkarya. Dan dia bersyukur karenanya. Mungkin kalau ukuran tubuhnya sempurna, tidak akan banyak karya yang dihasilkan, tidak akan banyak sinetron yang dibintanginya.
Semoga dengan bertambahnya usia kita semakin banyak prestasi yang diukir dan  menjadikan kita pribadi yang lebik baik lagi serta banyak memberi manfaat bagi sesama

Tulisan ini diikutsertakan dalam GAnya mbak Ghyna Amanda Putri

Thursday 26 December 2013

Percakapan Sembilan Tahun yang Lalu

Percakapan sembilan tahun yang lalu  sambil menunggu hujan reda di sebuah warung mie kocok pada hari Sabtu 25 Desember 2004.

Ri: Cut, ntar tanggal satu libur kita kumpul-kumpul di rumah Cut yaa
Cut: Cut nggak ada di rumah
Ri: Kemana  Cut?
Cut: Cut pergi
Ri: Pergi kemana?
Cut: Adalah... Pokoknya Cut nggak ada di rumah, pergi...
Dan waktu akhirnya menjawab pertanyaanku...tanggal  1 Januari Cut memang tidak ada di rumah pergi bersama Tsunami....
Mengenang  sembilan tahun tsunami untuk sahabatku Cut Rahmawati Fitri dan Yuni Arfiani, orang baik menyisakan kenangan yang baik juga.

Saturday 21 December 2013

ARTI SMART BAGI SEORANG SINGLE PARENTS

Menjalani peran menjadi seorang ibu tidaklah mudah. Ibu zaman sekarang dituntut untuk smart menyingkapi perubahan zaman. Karena ditangan seorang ibu nasib negara ditentukan. Ibu sebagai madrasah pertama anak-anaknya. Ibu yang smart dapat dipastikan akan menghasilkan anak yang smart juga. Kalo ditanya apa itu smart? maka jawabanku adalah:
  •  Smart menurutku bisa menjadi diri sendiri, kapan saja dan dimana saja tapi tetap memperhatikan lingkungan sekitar ada orang yang merasa dirugikan tidak dengan menjadi diri sendiri. Contoh seorang perokok dia bangga menjadi diri sendiri, dengan merokok dimana saja dan kapan saja. Tanpa memandang orang sekitar mungkin tergangu dengan asap, bau dan penyakit yang ditimbulkan dari rokoknya.
  • Smart itu tidak puas akan ilmu dan terus meningkatkan kualitas diri. Orang yang cepat puas, dia tidak akan maju. Karena merasa kualitas dirinya sudah yang terbaik, tidak perlu belajar lagi.
  • Smart itu pandai berhemat walau kebutuhan banyak dan tetap bisa memberikan kualitas terbaik.
  • Smart itu selalu prima tidak gampang sakit, sehat jasmani dan rohani. Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Gimana mau smart kalau badan sakit melulu, pikiran juga hanya bisa terfokus hanya pada satu masalah.
  • Smart itu fleksibel bisa menempatkan diri dengan baik kapan saja dan di mana saja. Contoh dalam posisiku sebagai orang tua aku bisa menjadi perawat, guru, koki, teman bagi anak-anaku. Menjadi anak bagi orang tuaku dengan terus hormat dan berbakti. Menjadi sahabat, istri, pendengar yang baik bagi suamiku.
  •  Smart itu menyingkapi suatu  masalah tanpa menimbulkan masalah baru. Hati boleh panas  tapi kepala dingin tetap dingin, tidak cepat terpancing emosi.
  • Smart itu tidak menyalahkan orang lain atas semua yang menimpa kita. Kadang orang ketika sedang susah suka mencari kambing hitam(bukan kambing hitam beneran yaa) atas masalah yang menimpanya. Padahal sebahagian besar masalah itu datang dari diri kita sendiri.
  • Smart itu selalu berpikiran positif dan tidak mudah stress. Caranya yaa dengan  mengenali diri sendiri. Apa yang kita suka dan apa yang tidak.
  • Smart itu walau memiliki berjuta kesibukan tapi tetap bisa bersosialisasi dengan tetangga, teman keluarga lainnya.   Ini penting karena kalau  ada apa-apa diluar kemampuan kita pastinya tetangga yang akan kita minta tolong pertama kali.
  • Smart itu pandai bersyukur atas semua yang terjadi pada drinya baik itu bagus ataupun buruk.
  • Smart itu mampu melihat rintangan menjadi tantangan.
  • Smart itu bisa memanfatkan barang yang tidak terpakai  dan mengelolanya menjadi barang yang baru yang lebih berharga dan bermanfaat. Misal mengelolah sampah rumah tangga menjadi kompos untuk digunakan sendiri atau untuk dijual kembali.

Kenapa aku merasa layak dibilang smart?
Menjadi seorang ibu saja sudah cukup sulit, apalagi merangkap peran sekaligus. Menjadi ibu sekaligus seorang ayah. Tapi ini berhasil kulakoni selama sepuluh bulan. Menjadi ibu sekaligus ayah bagi kedua anakku Vinka dan Shidiq sukses telah kujalani selama sepuluh bulan ini. Bukan karena bercerai yaa, tapi ikatan dinas suami yang mengharuskan belajar rekontruksi ke Jepang selama setahun dan tidak diperkenankan membawa keluarga.
Banyak suka dan duka yang ku alami itu sudah pasti.  Tentu saja semua itu berhasil kulalui karena aku bertidak dengan smart.
  • Smart dalam menata emosi, tidak larut  dalam kesedihan mendalam harus menjaga kedua buah hati sendiri dan bangkit menjadi smartmom yang serba bisa.
  • Smart dalam membagi waktu. Sadar sekarang peranku bertambah dan tak ada bala bantuan, sedangkan waktu tetap 24jam. Tidak menunda-nunda pekerjaan yang bisa segera dilakukan itu kunci utamanya. Dan juga harus tahu mana yang menjadi prioritas utama itu duluan yang dikerjakan.
  • Smart dalam menunggu. Menunggu itu merupakan pekerjaan yang sangat membosankan apalagi harus menunggu sampai setahun dan diisi dengan kegiatan yang itu-itu saja, bisa mati bosan. Untuk mengatasi hal ini  moment menunggu mulai kumanfaatkan dengan mengembangkan hobi yang sempat terlupakan  yaitu “menulis.”
  • Alhamdulillah dari menulis aku bisa mendapat banyak teman, pelajaran dan  juga dua buku antalogi puisi, dan satu buku antologi cerpen dengan namaku sebagai salah satu kontributornya.
  • Smart dalam mengali potensi diri dan membaca peluang.  Aku rasa dalam diriku terdapat potensi menjadi seorang penulis tinggal diasah saja. Aku terus berlatih menulis bahkan mengikuti salah satu kelas menulis online untu mengasah kemampuanku. Aku yakin ke depannya aku bisa menjadi penulis handal dan menghasilkan uang. Menjadi penulis kurasa pekerjaan sampingan yang paling tepat untuk seorang ibu rumah tangga. Dengan menulis hobi tersalurkan, keluarga tetap dapat perhatian, penghasilanpun tetap ada.
  • Smart dalam pengeluaran uang. Selalu membagi-bagi uang belanja ke dalam berbagai keperluan seperti : uang untuk  belanja sehari-hari, ongkos, jajan, keadaan darurat, hiburan.  Membeli barang sekaligus untuk stok juga bisa menghemat pengeluaran untuk ongkos belanja. Terapkan prinsip ekonomi dengan harga semurah mungkin mendapat barang sebagus mungkin.
  • Smart dalam mengelola limbah rumah tangga. Semua sampah rumah tangga yang bisa busuk seperti kulit bawang, ampas  sayuran diolah menjadi kompos. Sehingga menghemat uang untuk membeli pupuk tanaman
  • Smart dalam memainkan peran. Harus memainkan semua peran yang dibutuhkan kedua buah hatiku. Menjadi perawat ketika mereka sakit. Menjadi koki ketika mereka lapar. Menjadi seorang teman ketika mereka bermain
  • Smart dalam bersosialisasi. Tetap menjaga tali silahturahim dengan tetangga, dan saudara.
  • Smart dalam menyeimbangkan semua. Ini yang paling penting karena bila tidak seimbang ada saja kekacauan yang akan timbul. Misalnya saja karena seringnya begadang untuk mengembangkan hobi menulis paginya telat bangun, akhirnya berujung pada sarapan pagi keluarga yang telat disiapkan. (untung anak-anak belum pada sekolah).

Selalu berpikir positif dan bersyukur. Membuat semua terasa lebih mudah dijalani. Tak terasa sudah sepuluh bulan kujalani menjadi single parents.







Friday 29 November 2013

Mimpi Mrs. J.K Rowling Wanna be














 “Mimpimu terlalu tinggi, berkacalah pada cermin. Cermin akan memberitahu siapa dirimu sebenarnya. Kau hanya ibu rumah tangga biasa. “Jangan terlalu tinggi menaruh asa. Bila kau jatuh nanti  akan binasa.”
“Bila tak tinggi kumenyimpan asa, bagaimana kutahu indahnya pemandangan di bawah sana?  Bila tak tinggi ku taruh mimpi bagaimana kubisa menari di awan putih seperti merpati? Apa salah kata-katakuini? Bukankah kita diajarkan untuk berani bermimpi?”Jawabku menahan amarah takmenyangka, tanggapanmu seperti itu.
“Apa tak pernah kau baca tentang J.K Rowling. Dia juga ibu rumah tangga biasa, yang gigih memperjuangkan asanya. Hingga lihat kini siapa yang tak kenal karyanya, pundi-pundi uang mengalir deras ke dalam kantongnya. Aku yakin bisa seperti dia, jadiJ.K.Rowling Indonesia kenapa tidak?” Kau diam menggumpulkan kata-kata. Tak suka jika pendapatmu kubantah.
Sudah sekian kali aku dengar kata-kata yang membuat semangatku turun. Perdebatan panjang tentang mimpiku menjadi novelist atau motivator. Membagi ilmu yang kutahu lewat buku. Buku dengan namaku sendiri sebagai penggarangnya. Banyak yang mencibir bahkan menertawai ketika kuungkapkan kata hati  termasuk kau orang yang paling kusayangi..
“Berani bermimpi tapi kau tak mengukur diri, jangan menyesal nanti. Sudah kuperingatkan kau tentang hal ini.” Kata terakhir yang kudengar sebelum kau pergi. Seolah menegaskan bahwa kau ragu akan kemampuanku dan juga statusku sebagai ibu rumah tangga sekarang ini.
Mataku mulai berkaca-kaca, taksanggup menahan kecewa. “Mungkin aku terlalu naif. Apa salah,kalau profesiku Ibu rumah tangga? Ibu rumah tanggakan manusia juga, punya impian, punya cita-cita.
Kau boleh saja tertawa, mencibir atau berkata aku sudah gila. Tapi lihat saja nanti akan ku buktikan pada dunia bahwa aku bisa. Akan kubuat mimpiku jadi nyata.  Walau itu harus memakan waktu yang lama.
Bermimpilah maka Tuhan akan memelukmimpi-mimpi kita, kata  Andrea Hirata. Kata-kata itu memotivasi aku untuk berusaha lebih giat lagi.  You can alwasys get what you want, kata Phill Murray, membuat semangatku menyala-nyala. Kucoba mengirim ke media, taksatupun  dapat balasannya. Setidaknya aku sudah mencoba.
Ku cobamengikuti lomba tapi tak satupun yang jadi juara. Setidaknya aku sudah mencoba. Setiap kali gagal aku menyemagati diri. Mungkin jurinya  kurang teliti, tak dilihat aku punya potensi. J.K. Rowling juga pernah ditolak ribuan kali.
Betapa  kutertatih melakukan semua.  Tapi asa ini begitu membara membuatku terjaga dipagi buta, dan kembali  merangkai aksara menjadi kata, merangkai kata agarmempunyai makna. Aku pasti bisa teriakku dalam hati.
Malam berganti pagi. Pagi mulai menyapa hari, aku masih di sini menggumpulkan puzzle-puzzle harapan. Bertarung dengan waktu untuk meraih mimpiku. Begitu panjang penantian ini.Seakan  berada di lorong waktu, berjalan hanya mengandalkan  kompas kehidupan dan harapan yang tak pernah padam.
Tuhan rangkullah jiwaku yang resah ,jangan biarkan aku berjalan tanpa arah. Wujudkan mimpiku jadi nyata. Jangan biarkan mereka tertawa di atas deritaku.
Kau datang kembali menagih janji, setelah sekian lama pergi mencari nafkah tak pulang ke rumah.
“Mana novel dengan namamu sendiri? Aku hanya diam seribu bahasa. Lidahku kaku tak bersuara. Kulihat matamu bersinar teriakan kemenangan.
" Sudah ku bilang jangan terlalu tinggi menaruh asa". 
“Ini hanya soal waktu, kau tunggu saja nanti. Yang terakhir tertawa dia yang paling bahagia” Ucapku mencoba tetap tegar mendengar ejekanmu.
“Ya..ya..ya Mrs. J.K. Rowling wanna be  terserah kau saja. Tugasku hanyamengingatkan” kaupun pergi berlalu seperti biasa meninggalkanku sendirian dalam bimbang.
Akhirnya hari itu datang juga. Peluncuran buku dengan namaku sendiri. Sebuah buku motivasi bertajuk”Emak-emak Bahagia” dan “Jangan Mau Jadi Ibu Rumah Tangga Biasa.” Semua mata tertuju padaku sebagai pembicara. Dan mereka betah menungguku  lama sekedar untuk foto bersama dan meminta tanda tangan.
Bahagia sekali hati ini akhirnya impianku menjadi penulis besar tercapai juga. Tinggal menunggu schedule untuk tour nusantara dari penerbit ternama. Dan jadi nominator di acara literasi ternama di mancanegara. Akhirnya semua jadi nyata. Kulihat kau berdiri di sudut ruangan menatapku dengan bangga ketika ku jadi pembicara. Aku hanya tersenyum penuh makna. Setelah acara kubergegasmenghampirmu. Tak sabar ingin berkata
”Lihatsekarang mimpiku jadi nyata, yang terakhir tertawa dia yang paling bahagia.”
Mungkin karena terlalu tergesa-gesa, tak kulihat ada anak tangga. Akupun terjatuh dengan suksesnya kepalaku terbentur dengan meja. Membuatku kembali ke alam nyata ternyata semua hanya mimpi belaka. Rupanya tadi tak sengaja kutertidur di meja kerja.
Tulisan ini diikutsertakan di lomba kompetisi menulis dengan tema impian dan harapanku 5 tahun mendatang. please sumbang like dan komentar di https://www.facebook.com/CeritaPenulis notes  harie khairiah terima kasih
https://www.facebook.com/notes/harie-khairiah/mimpi-mrs-jk-rowling-wanna-be/10151740827187047




Kumon Bangun Kemandirian Belajar Anak Dengan Teknologi

Dunia terus mengalami perubahan, dulu orang harus ke bank untuk mengambil uang, orang harus ke pasar untuk mendapatkan sayuran dan sebagainy...