Saturday 29 October 2016

Long Distance Marriage Mengasah Kemandirian Istri Menjadi Wanita Tangguh

Dulu, yang kebayang di kepalaku kalau ngomong pernikahan adalah setelah ijab Kabul kita akan bahagia selamanya seperti kisah Cinderella dan putri lainnya di dalam dongeng dan cerita yang kubaca.
Aku ingin diperlakukan layaknya seorang ratu oleh suamiku, karena ayahku memperlakukan layaknya seorang putri.

Tapi, setelah menikah khayalan tingkat tinggi itu perlahan memudar, karena kenyataan hidup tidak seindah cerita dongeng. Hidup tak semulus kulit bayi, banyak kejutan-kejutan yang membuatku tersadar diperlakukan layaknya ratu  atau puteri itu ternyata membuat dilema tersendiri.

Sekilas memang sangat menyenangkan dimanjakan oleh suami. Tugas kita hanya menunggunya pulang kerja dan mengurus rumah. Semua kebutuhan sudah dia sediakan. Tak usah mikirin kepanasan, kehujanan atau keberatan bawa barang belanjaan karena itu tugas mas suami.

Memang nyaman diperlakukan seperti itu tapi kok perlahan tapi pasti  aku jadi tergantung  sekali sama suami. Dulu memang hal ini nggak menjadi masalah, karena suami selalu stand by setiap aku butuh.

Hingga akhirnya pada satu titik, perjalanan rumah tangga kami harus melakukan keputusan besar dan sulit. Mengambil kesempatan besar yang ada dan menjalani long distance marriage (LDM) selama setahun. Kami harus keluar dari zona nyaman yang selama ini kami bangun.

Sebenarnya  ada rasa ragu menyelinap apa aku sanggup jauh dari mas suami apalagi ada dua balita yang harus kujaga selama menjalani LDM, tapi aku sadar ini bukan saatnya untuk manja.

Buat kamu ladies yang sedang keluar dari zona nyaman, atau sedang menjalani long distance relationship (LDR)  kamu harus baca artikel ini : Perempuan Tidak Boleh Selalu Manja, Ini Alasan KamuHarus Menjadi Perempuan Tangguh.

Balik lagi ke cerita LDM ku. You know what, kita tidak akan pernah tahu sampai mana kekuatan kita, sebelum kita mencoba. Di awal-awal menjalani hubungan jarak jauh ini memang terasa sangat sulit. Hampir tiap hari ada air mata yang jatuh, tapi waktu mengasah dan menjawab semuanya.
Mastiin anak-anak dapat hiburan meski bapaknya sedang nggak ada
Ada aja kejadian yang membuat kita mikir setiap hari, seperti laptop yang tidak–tiba  nggak bisa detek modem, kena virus, pas diinstal ulang speakernya malah nggak  ada  suara,  modem rusak, aku harus install banyak program sendiri padahal biasanya aku hanya tinggal pakai laptop urusan virus, instal program urusan mas suami.

Belum lagi masalah peran ganda yang harus kujalankan  menjadi seorang ibu sekaligus menjadi seorang ayah buat anak-anak ternyata tidak mudah, (aku jadi semakin kagum sama para single mom di luar sana, (kalian luar biasa)).

Aku harus masak, mencuci, mengatur keuangan, belanja, membayar ini itu, mengasuh, bermain sama anak-anak, mengantar mereka, memberikan hiburan, memastikan mereka sehat, dan masih banyak lagi pekerjaan yang rasanya nggak habis-habis.

Selama LDM aku jarang punya waktu ngobrol dengan orang lain selain dengan anak-anak dan suami pada jam-jam tertentu lewat skype, kesepian udah pasti.

Tapi aku harus tetap waras donk ngadapinnya, sayang anak-anak kalau emaknya stress, waktu tidur juga berkurang karena saat kami menjalani LDM si kakak lagi toilet training sedangkan si adek masih ASI, jadi kalau malam bangun si kakak ke kamar mandi sambung beri ASI si adek, berat bedan turun hingga 38 kg mata panda sampai susah dihilangkan.

Belum lagi pas anak-anak sakit bersamaan, rasanya badan mau ikutan tepar udah nggak sanggup lagi, tapi kalau bukan aku, siapa lagi yang bisa mereka andalkan untuk mengurus, merawat mereka.

Soal keuangan juga bukan masalah yang mudah, di awal kepergian papanya, stok susu untuk si kakak dan diaper mereka  habis sementara uang di saku hanya cukup untuk makan sampai akhir bulan.

Sempat kepikiran untuk cari kerjaan tambahan biar dapat uang, tapi anak-anak siapa yang urus?Lagian mana ada orang yang mau beri kerjaan ke emak-emak yang bawa anaknya ke tempat kerja?

Mau nggak beliin susu rasanya kok rasanya nggak tega, kasihan banget lihat si kakak, dia lagi senang-senangnya minum susu. Akhirnya hanya bisa mandangi bocah-bocah sambil nangis, sementara si kakak terus nanya, “kapan papa pulang?”

Tapi, Alhamdulillah yaa, pas lagi hampir putus asa gitu, tiba-tiba ada yang bayar hutang, langsung bisa senyum lagi, bersyukur banget, Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah.

Setelah menjalani LDM aku sadar ternyata apa yang membuat kita sedih, takut atau putus asa, jika kita berhasil melewatinya justru bisa jadi sumber kekuatan kita.  Kalau kata Friedrich Nietzsche “That which does not kill us, makes us stronger.”


Tapi kalau disuruh ngulang lagi jalani LDM, dengan mantap pasti kujawab cukup sekali aku merasa..(sambil jogged dangdut ha..3x)

21 comments:

  1. Istri yang bisa LDM memang tangguh. Kalau saya sih udah gak sanggup :D

    ReplyDelete
  2. aaaahh, gak kebayang jd istri tp jauh dr suami mak :) hehe single blum bs ngomong beginian :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. he....3x, dari singlelah harus dipikirkan semuanya

      Delete
  3. aku nggak sanggup kalau kudu ldm :") makanya milih resign dan semua dari awal karena cintaaa halah :v

    ReplyDelete
    Replies
    1. suit3x, ada ceritanya di blog nggak aku mau baca ahh

      Delete
  4. Saya pny tmn yg LDR, mengasuh mertua, 2 anak balita, mengajar, dan tanpa pembantu..

    Saya sering dicurhati..

    Masya Allah perjuangannya mbak..

    Semoga kalian para wanita2 tangguh ini diberikan imbalan yg luar biasa indah dari Allah

    ReplyDelete
  5. ya, tiap orang punya cobaan dan kesanggupan masing-masing..

    ReplyDelete
  6. Aku penganut LDM juga Mbaaa, Alhamdulillah terbiasa jadi mandiri dan tangguh, serba sendiri dah, ampe angkat galon dll nya hahahhaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. masa2 angkat galon itu...bikin senym pas mengenangnya, bikin sakit pinggang pas melakukannya, aku sempat benerin atap yang bocor loh mbak

      Delete
  7. Salut deh dengan oaea LDM. Aku pernah ngerasain 2 tahun LDM di awal pernikahan. Dan itu gak enak banget. Padahal baru punya 1 anak balita. Gak kebayang kalo sekarang LDM. Huaa.. dijamin super rempong. 4 jempol buat para LDM. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku sekarang anaknya udah 3,kalo LDM lagi bisa2 tinggal tulang aja

      Delete
  8. Semangat ya mba. Aku belum pernah LDM dan sepertinya tak sanggup. Kecuali jika amat sangat terpaksa

    ReplyDelete
    Replies
    1. kita nggak tau sesuatu sanggup atau nggak sampai kita mencobanya

      Delete
  9. semangat mba. kayaknya kalo istri ku ga bisa kalo LDM dia pasti ngintil kemana saya pergi :D

    ReplyDelete
  10. Perlu extra semangat ya mba.. LDM memang tidak mudah :)

    ReplyDelete
  11. Ada beberapa teman di sini yg LDM juga. Suka salut dengan yang LDM ini. Tapi pasti dibalik kesukaran ada kemudahan ya Mbak..

    ReplyDelete

Terima kasih sudah Berkunjung. Please tinggalkan jejak biar kenal

ASUS ROG Phone 8 Gaming Phones Premium

    Dulu , ada empat kriteria utama yang aku terapkan jika memilih smartphone. Jepretan hasil   kameranya harus bagus, baterainya tahan l...