Thursday 29 December 2022

Bahaya Hoaks dan Politik Uang Menjelang Pemilu 2024

Mengawal pemilu agar tetap kondusif sangat penting karena pemilu yang bersih menghasilkan pemimpin yang jujur dan adil serta berkomitmen atas janji-janji politiknya. Namun, biasanya ada dua hal yang selalu menjadi momok pemilu dan harus diantisipasi sedini mungkin agar pesta demokrasi bisa berlangsung dengan aman. Kedua hal tersebut, yaitu hoaks dan politik uang (money politic).

Bahaya Hoaks

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hoaks didefinisikan sebagai informasi bohong. Kemunculannya makin meningkat menjelang penyelenggaraan pemilu, tak terkecuali menjelang Pemilu 2024. Kondisi ini tentu saja menyebabkan masyarakat resah karena sulit membedakan antara informasi yang valid dengan hoaks. Seolah-olah, hoaks merupakan bagian dari politik yang tidak dapat dipisahkan.

Kebiasaan individu yang mudah menyebar informasi tanpa memahami isinya juga menjadi persoalan tersendiri dalam memberantas hoaks. Ada informasi-informasi yang sudah dikategorikan sebagai hoaks, masih terus disebarluaskan dengan modifikasi tertentu. Hoaks paling cepat disebarkan melalui berbagai platform berbasis internet, seperti WhatsApp, Facebook, Twitter, hingga YouTube. Biasanya hoaks yang disebarkan berbentuk tulisan, foto, atau video atau gabungan ketiganya.

Secara umum, hoaks menjelang pemilu banyak dimunculkan untuk saling menjatuhkan lawan politik dan saling serang antara pendukung. Selain itu, hoaks yang menyerang penyelenggara pemilu lebih banyak ditunjukan untuk KPU RI, dibandingkan KPU di daerah.

Banyak faktor yang menyebabkan hoaks politik mudah menyebar, di antaranya, karena rendahnya literasi digital dan politik warga yang tidak sebanding dengan meningkatnya aktivitas warga dalam mengakses internet dan media sosial.

Hoaks terbagi menjadi beberapa jenis. Dapat berupa (1) malinformasi yaitu istilah untuk penyebaran suatu  informasi yang benar, tetapi sengaja disebarkan untuk merusak reputasi pihak terntentu; (2) disinformasi  yaitu informasi salah yang disebarkan dengan sengaja, informasi itu tetap disebarkan meski tahu itu salah, serta (3) misinformasi yaitu penyebaran informasi salah, tetapi si penyebar tidak mengetahui kalau informasi tersebut salah, ketidaktahuan ini yang membedakan dengan disinformasi.

Terdapat tujuh  jenis mis dan disinformasi. Pertama “satire” atau parodi, yakni informasi yang dibagikan dengan tidak ada niat untuk merugikan orang lain, tetapi berpotensi untuk mengelabui. Kedua, konten yang menyesatkan berupa penggunaan informasi yang sesat untuk membingkai sebuah isu atau individu. Ketiga, konten tiruan yaitu ketika sebuah sumber asli ditiru. Keempat, konten palsu, konten baru yang 100% salah dan didesain untuk menipu serta  merugikan. Kelima, koneksi yang salah yaitu ketika judul, gambar, atau keterangan tidak mendukung konten. Keenam, konten yang salah, yaitu ketika konten yang asli dipadankan dengan konteks informasi yang salah. Ketujuh, konten yang dimanipulasi  yaitu  ketika informasi atau gambar yang asli dimanipulasi untuk menipu.

Dalam konteks pemilu, saya sendiri paling sering menemukan hoaks nomor tujuh berupa salah satu pemimpin negara lain yang banyak dikagumi seolah-olah memberikan dukungan kepada salah satu calon presiden atau wakil presiden tertentu.

Hoaks politik akan makin meningkat saat masa kampanye, menjelang pencoblosan, dan saat-saat penghitungan cepat hingga usai pencoblosan. Berdasarkan katadata Insight Center yang dirilis pada tahun 2021, konten yang paling banyak mengandung hoaks: 69,3% isu politik; 39,3% isu kesehatan; 29,2% isu agama; dan 21,4% isu lingkungan. Hoaks politik dilakukan bertujuan untuk menyerang lawan politik, memperoleh dukungan, serta motif ekonomi yaitu produsen hoaks ingin menciptakan kondisi politik terntentu sekaligus mengambil keuntungan dari situasi itu.

Organisasi nirlaba Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo) dalam forum Indonesia  Fact_Checking Summit (IFCS) 2022 di Jakarta, Rabu, 30 November 2022, menemukan fakta bahwa sejak Januari hingga September 2022, terdapat sebanyak 1.290 hoaks dan paling banyak hoaks politik sebanyak 29,2 persen. Diperlukan solusi untuk mencegah produksi dan distribusi hoaks. Karena pemberitaan yang salah dan berulang-ulang, tetapi tidak di-counter dengan berita yang benar, maka orang akan menganggap berita itu benar.

Pemilih pemula paling rentan termakan hoaks, apalagi jika mereka sama sekali tidak memiliki dasar pengetahuan politik, bahkan mereka berpotensi juga ikut menyebarkan hoaks karena ketidakpahaman mereka membedakan berita palsu.

Dampak dari fake news  tentu saja sangat besar, di antaranya, bisa merusak akal sehat calon pemilih hingga bertindak di luar nalar, mendelegitimasi proses penyelenggaraan pemilu,  merusak kerukunan masyarakat, serta menurunkan kualitas demokrasi. Namun, yang paling buruk adalah terpilihnya pemimpin yang buruk.

 

Waspadai Politik Uang

Sudah menjadi rahasia umum setiap pemilu, praktik politik uang atau money politic akan merajalela. Seolah sudah menjadi tradisi dan mendarah daging, pemilu tanpa politik uang berarti bukan pemilu.

Walaupun pemilu masih berlangsung pada 2024, partai politik mulai “menebar jaring” mencari simpati publik, misalnya, dengan mengajak silaturahmi warga sebagai temu kangen. Dari mulai acara ngopi bareng, hingga oleh-oleh minyak goreng atau sembako lainnya.

Alasan masyarakat menerimanya pun sangat beragam. Ada yang menerima uang dan barang menjelang pemilu karena sudah merupakan “tradisi”, ada yang mengaku menerima uang karena ekonomi lemah, ada pula yang merasa hanya menjelang pemilu dan ketika pemilu kesempatan mendapatkan uang dari tokoh-tokoh politik.

Sasaran politik uang yang paling sering adalah pemilih pemula karena kurangnya pemahaman mengenai pendidikan politik sejak dini. Kedua, warga miskin dan berpendidikan rendah, serta ibu rumah tangga.

Seorang ibu rumah tangga yang berdomisili di Gampong Lamseupeung, Banda Aceh, Maulina, ketika saya tanya pendapatnya mengenai politik uang berkata, “Ambil saja uangnya, tapi jangan pilih orangnya, kalau dijanjikan habis coblos, jangan coblos,” jawabnya. Dia bersikap demikian karena mendengar ceramah salah satu ustaz ternama yang menyarankan demikian.

Warga lainnya, Desmanita, yang berprofesi sebagai pegawai swasta memiliki pandangan yang jelas mengenai praktik politik uang ini. Ia berprinsip, dosa besar memakan suap, merugikan seluruh umat manusia selama bertahun-tahun, dan apabila pemimpin yang dipilih itu zalim sehingga membut rakyat merana dan tersiksa, itu menjadi dosa kolektif.

“Kita ikut andil buat dosa juga karena memilih dia dengan cara disuap melalui money politic. Masih banyak rezeki yang lain. Jadi, sebaiknya, tidak pada politik uang,” katanya tegas.

Salah seorang pemilik butik di kawasan Aceh Besar, Maryama, memiliki pendapat yang berbeda. Menurutnya, boleh saja mengambil uang yang diberikan si caleg, asalkan si pemberi tidak mengharuskan memilih dia dan yang menerima tidak menjanjikan memilih dia karena uang atau barang yang diterima. Maryama memberikan pendapat seperti itu karena menurutnya pernah ada kasus di lapangan seorang caleg memberikan uang kepada warga hanya sebagai upaya mengenalkan dirinya ke masyarakat.

Bahkan, sekarang politik uang tidak hanya menargetkan individu, tetapi juga kelompok sebagai sasarannya yang disebut dengan club goods yaitu pemberian barang-barang untuk kelompok. Misalnya, bantuan untuk ibu-ibu pengajian, karang taruna, atau klub olahraga.

Masalah politik uang, bukan semata-mata masalah masyarakat yang mau menerima, bahkan di beberapa tempat masyarakat sudah mematok harga untuk suara yang akan dipilihnya ketika pemilu nanti.

Bisa dibayangkan bagaimana mengerikannya jika ini dibiarkan terus, politik uang menjadi komitmen buruk, komitmen jahat para kandidat, serta merusak mental masyarakat.

Sekarang ini politik uang telah menjelma berupa barang, dari mixer, kuali, jilbab, kain sarung dan masih banyak bentuk lainnya yang membuat ambigu apa ini masih bisa dikatakan politik uang?

Namun, apa pun bentuknya, jika ingin demokrasi yang berkualitas, menghasilkan para pemimpin yang mempunyai kompetensi, kapasitas dan akuntabilitas, serta aspiratif terhadap kepentingan-kepentingan daerah, masyarakat harus merdeka, tanpa beban, tanpa pengaruh dari hoaks dan  besaran uang yang disogok dalam menentukan pilihannya.

Kita bisa memulainya dari diri sendiri, mulai untuk peduli, mencari tahu, dan belajar lebih banyak lagi karena masa depan negara ini ditentukan dari pilihan yang kita buat ketika Pemilu 2024 nanti.

Jangan termakan hoaks, biasakan membaca informasi yang lengkap, tidak hanya sepotong sehingga memantik emosi, pastikan untuk selalu mengecek sumber berita yang ada, jangan asal share hanya karena termakan judul yang provokatif, atau mengunggah kembali artikel-artikel lama hanya untuk memperkeruh suasana, membenarkan tindakan yang kita rasa benar padahal belum tentu benar.

Supaya paham kita sedang berada dalam tahapan dalam proses pemilu sebaiknya langsung mengececk di https://www.kpu.go.id/, sehingga tidak mudah termakan hoaks yang beredar.

Ingat, tidak ada musuh atau teman  yang abadi dalam politik, yang ada hanya kepentingan yang abadi. Jadi, tidak perlu fanatik berlebihan hingga bertindak di luar logika apalagi sampai bertarung nyawa.

Mengenai politik uang, tanya nuranimu apakah yang kamu lakukan sudah benar atau belum. Jika sudah benar, bismillah agar dikuatkan hati tidak mudah berpaling ke lain pilihan hanya karena uang yang diberi banyak. Semoga dengan langkah kecil yang kita mulai dan ambil, bisa menjadikan pesta demokrasi yang bersih dan jujur, menghasilkan pemimpin yang diidam-idamkan, yang memperhatikan kepentingan rakyatnya dibandingkan kepentingan kelompok apalagi kepentingan pribadi.[]

Penulis adalah anggota Jurnalis Warga Banda Aceh dan ibu rumah tangga

 

Tulisanku ini telah terbit di majalah potret dengan judul " Bahaya Hoaks dan Politik Uang Menjelang Pemilu 2024"

https://potretonline.com/2022/12/bahaya-hoaks-dan-politik-uang-menjelang-pemilu-2024/

12 comments:

  1. entah kenapa, sepertinya di Indonesia sudah menjadi rutinitas tiap kali pemilu pasti ada aja hoaks-hoaks yg disebar, padahal masih 2024 nanti. Mungkin bisa dikatakan, bermain politik itu seperti bermain api, bisa dipadamkan atau malah bisa membakar diri sendiri,

    ReplyDelete
  2. Thanks for such a fantastic blog. This is kind of info written in a perfect way. Keep on Blogging!

    ReplyDelete
  3. Appreciate you spending some time and effort to put this wonderful article. Goodjob!!

    ReplyDelete
  4. This post is good enough to make somebody understand this amazing article, Keep it up!

    ReplyDelete
  5. Great web site. A lot of useful information here. And obviously, thanks in your effort to write this

    ReplyDelete
  6. Hi there, I check your blog like every week. Your story-telling style is awesome, keep it up!

    ReplyDelete
  7. Your post is very helpful and your information is reliable. I am satisfied with your position.

    ReplyDelete
  8. Thankyou for this wonderful article. I regularly read your article, all are very amazing.

    ReplyDelete
  9. A good blog always comes-up with new and exciting information and while reading

    ReplyDelete
  10. There is perceptibly a lot to identify about this.

    ReplyDelete
  11. It’s a very easy on the eyes which makes it much more pleasant for me

    ReplyDelete
  12. Well I truly enjoyed reading it. Thank you

    ReplyDelete

Terima kasih sudah Berkunjung. Please tinggalkan jejak biar kenal

Kumon Bangun Kemandirian Belajar Anak Dengan Teknologi

Dunia terus mengalami perubahan, dulu orang harus ke bank untuk mengambil uang, orang harus ke pasar untuk mendapatkan sayuran dan sebagainy...