Thursday 7 December 2023

My Feeling As Mother With Special Need Children

    

    Mungkin sudah banyak yang baca tulisanku yang ngebahas mengenai  bungsuku, yang divonis microsefali ringan, menyebabkan global development delayed. Vonis (berat banget yaa, but its truth terasa berat aku sempat denial, anggap hanya mimpi besok everything will be ok)

     Anakku mulai terapi (usia 2 tahun, targetku biar dia bisa ngomong, tapi terapinya kumasukin ke tempat terapi perilaku, karena susah banget  nemu tempat terapi bicara di Banda Aceh atau klinik tumbuh kembang anak.

        Cemas, udah pasti orangtua mana (baca ibu mana) yang nggak cemas jika anaknya mengalami keterlambatan tumbuh kembang, (kalau ada yang bilang dia nggak cemas, ada dua kemungkin pertama dia berbohong, yang kedua dia gila, ha…3x)

Special
My special one



          Anakku sekarang usianya tujuh tahun, still belum bisa bicara hanya Babbling.  Tentu saja menimbulkan rasa cemas sendiri, untuk sekolah. SLB biasa apa gurunya bisa benar-benar memperhatikan anakku, satu kelas berapa anak? Begitu juga kalau mau terapi aja apa cukup pengetahuan untuk dia, hanya dengan terapi?

TERAPI, SEKOLAH INKLUSIF OR SLB

       Sekolah inklusif apa benar-benar inklusif? Bagaimana kurikulumnya? Berapa guru dalam satu kelas? Apa saja yang diajarkan? Sekolah SLB swasta, apa menjamin dia diperlakukan dengan baik? Apa sekolahnya anti jika muridnya minum obat dari psikiater?

         Ternyata ada sekolah yang anti, jika muridnya minum obat dari psikiater, apakah perlu? Diberikan obat jika perilakunya kelihatan normal, kind of that. Aku punya teman yang anaknya minum obat 5 jenis dari psikiater, dan sekolahnya menganjurkan untuk berhenti.

        Apa yang terjadi ketika obat dihentikan, anaknya tantrum berat, emosi tidak stabil, susah ditangani. Di sekolah oke guru banyak yang pegangin, handle nah di rumah tanpa obat, Cuma orang tua mana sanggup…(udah kaya gini sekolah lepas tangan)

        Ada juga model sekolah, kalau anak didiknya ada kemajuan, tepuk dada karena sekolah anak ini maju. Ketika anak didiknya mundur ( hanya sekali, anaknya tantrum), orangtua dipertanyakan  ngapain aja dengan anaknya di rumah.

         Kamu bayangin  deh dua jam di sekolah dianggap bisa bikin kemajuan anak. (kalau nggak didukung ortu yang bantu stimulasi menurut kamu, bisa nggak) (ini konteksnya buat anak special need children) Benar-benar pertanyaan bodoh dan ngeselin yaa. Apalagi kalau kamu udah effort mati-matian buat kemajuan anak kamu, but begitu dia mundur ditanya begitu.



       Tenang itu bukan part paling buruk, ada juga sekolah yang menyudutkan sang ibu sebagai sumber kecemasan anaknya. (Ini juga menurutku nggak bijak yaa, bayangkan kamu sekolahin anak kamu di sekolah swasta  dan diberi komentar seperti ini. Bagaimana perasaanmu? Kita menjatuhkan pilihan untuk menyekolahkan ke sekolah swasta juga karena cemas, anak special kita tidak terpantau dengan baik. Dan tingkat kecemasan yang wajar menurutku.

          Sometime aku suka mikir, sekolah inklusif, SLB swasta yang didirikan oleh orang-orang normal (orang tua yang tidak memiliki anak special, apakah  bagus? Baik? Sesuai? Karena seseorang tidak akan merasakan perasaan mendalam, sampai kamu berada di posisi tersebut.

          How I feel as mom with special need children, Im strong but also weak. Aku sensitif tapi juga keras (tidak cengeng).  Aku fokus kepada solusi bagaiman mengejar ketertinggalan anakku, dan tidak fokus pada kebaperan.   Aku nggak cari musuh, tapi ketemu musuh pantang aku lari. Jadi  kalau kamu melampaui batas menyerang( bahas anak) aku pastikan aku tidak tinggal diam . Noted it dan aku sungguh-sungguh mengenai ini.

          Satu lagi special need monster seringkali dianggap monster, oleh anak-anak sekitar rumah, walaupun mereka sama sekali tidak  pernah bermain dengan anakmu.  Ada juga yang menyebut monyet, karena gaya bicara special need children yang babbling dan berteriak, dan  masih banyak lagi. Jadi jika kamu ibu dengan anak kebutuhan khusus, Stay Strong,  jalan kita masih panjang, jangan putus asa, tetap semangat sekecil apapun kemajuan yang ada.

2 comments:

  1. Semangat kak, semoga usaha kita sebagai orangtua tidak sia-sia, mereka insyaallah menjadi asbab menambah rejeki dan derajat orangtuanya kelak, aamiin

    ReplyDelete
  2. Semangat untuk kita para ibu yang lagi ekstra ngadepin tantrum wkwk

    ReplyDelete

Terima kasih sudah Berkunjung. Please tinggalkan jejak biar kenal

Kumon Bangun Kemandirian Belajar Anak Dengan Teknologi

Dunia terus mengalami perubahan, dulu orang harus ke bank untuk mengambil uang, orang harus ke pasar untuk mendapatkan sayuran dan sebagainy...